Selasa, 05 Juli 2011


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Praktek kerja lapangan yang berorientasi pada pengenalan bentang lahan (landscape) merupakan satu hal yang sangat penting dilakukan pada mahasiswa Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional untuk memberikan bekal dasar dalam memahami fenomena-fenomena di kemudian hari. Kondisi bentang lahan yang merupakan manifestasi dari beberapa bentuk lahan (landform) dengan segala karakteristiknya, mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan aspek pertanahan sebagai obyek kajian dibidang pertanahan/agraria. Pola penguasaan, penggunaan dan pengelolaan tanah sangat tergantung pada kondisi landscapenya, sehingga untuk mempelajari persoalan-persoalan pertanahan dibutuhkan pemahaman tentang bentang lahan meskipun bersifat general.
Pengenalan bentang lahan ini menggunakan kajian geografis untuk mengetahui keterkaitan antar semua komponen lahan termasuk aktivitas manusia melalui spatial approach (keruangan), ecological approach (kelingkungan) dan regional complex approach (komplek kewilayahan) serta pendekatan sosial dan hukum yang tidak terpisahkan dalam kajian pertanahan.

B.     Lokasi Praktik Kerja Lapang
Dalam pelaksanaan PKL ini pemahaman sumber daya agraria dalam kaitannya dengan pengelolaan pertanahan secara utuh telah ditentukan jalur pengamatan dan lokasi-lokasi pengamatan (stop site) yang merepresentasikan keragaman komponen-komponen sumber daya agraria dan saling keterkaitannya, serta dampaknya terhadap pengelolaan pertanahan. Daerah yang merupakan lokasi pengamatan (stop site) membentang dari Kota Yogyakarta, Sleman, Gunung Kidul, Bantul, Solo, Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri. Aspek bentang lahan (kewilayahan) pada jalur pengamatan tersebut secara umum menggambarkan keragaman komponen sumber daya agrarian yang ada di sepanjang jalur yang memiliki sekuen elevasi (ketinggian) yaitu dari daerah atas atau gunung sampai daerah pantai.
Lokasi-lokasi pengamatan (stop site) ini dapat dijelaskan dengan table berikut.

STOP SITE
LOKASI
TEMA
I
Turi, Sleman
Pemanfaatan tanah, kebun Salak Pondoh, pertanian berteras bangku
II
Desa Gungan, Argomulyo, Cangkringan, Sleman
Shelter kurban Merapi

III
Desa Grongan, Argomulyo, Cangkringan, Sleman
Lahar dingin Kali Gendol, Eksploitasi Material Gunung Merapi dan Bencana Awan Panas Gunung Merapi
IV
Bimomartani, Cangkringan, Sleman
Pemberdayaan Sumber Daya  Air Spring Belt Gunung Merapi untuk Perikanan

V
Prambanan - Piyungan
Pertanian beririgasi dan konversi lahan pertanian di jalur Prambanan-Piyungan
VI
Pathuk Gunung Kidul (Hargodumilah)
Graben Bantul dan Batuan Breksi

VII
Mangunan, Dlingo, Bantul
Hutan Lindung
VIII
Imogiri Bantul
Tanah Tandus di Imogiri
IX
Pantai Parangtritis (Gemuk Pasir )
Sand Dune di Parangtritis
X
Pantai Samas Bantul
Pertanian di lahan gumuk pasir pantai Samas.
XI
Kalitirto, Berbah, Sleman
Lahan Percobaan dan penelitian Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada di Kalitirto

XII
Prambanan
Lingkungan Candi Prambanan dan Candi Bubrah
XIII
Rowo Jombor, Klaten
Pemberdayaan Sumber Daya air untuk perikanan dan wisata kuliner di Rowo Jombor Klaten.
XIV
Jalan Raya Klaten - Solo
Potensi tanah terlantar di Klaten
XV
Kentingan, Surakarta
Reforma Agraria Perkotaan di Kentingan, Surakarta

Hotel, Solo
Diskusi tentang pembebasan tanah untuk jalan TOL di Sragen dan kesuksesan LARASITA di Karanganyar
XVI
Tawangmangu,  Karanganyar
Pertanian tanaman hortikultura di lahan berlereng curam di Tawangmangu.
XVII
Karangpandan,  karanganyar
Pertanian tanaman pangan semusim berteras bangku di Karangpandan
XVIII
Desa Salam, Jamus, Karanganyar
Perkebunan  Karet Afdling Jamus Karangpandan.
XIX
Desa Botok, Kerjo, Karanganyar
Waduk Botok Karanganyar
XX
Sangiran sragen
Situs Purbakala Sangiran Sragen.

Hotel, Solo
Kesuksesan Reforma Agraria Perkotaan di Kentingan, Surakarta dan Sengketa tanah  Taman Sriwedari, Surakarta
XXI
Wonogiri (Waduk Gajah Mungkur)
Waduk Gadjah Mungkur Kab. Wonogiri
XXII
Wonogiri (Museum Karst)
Museum Karst di Kab. Wonogiri
XXIII
Gorikerto Gunung Kidul
Dolin dan pengelolaan kawasan karst di Kab. Gunug Kidul.
XXIV
Hutan Bunder, Gunung Kidul
Pengelolaan Hutan Lindung


C.    Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan Praktek Kerja Lapang I General View Pertanahan ini supaya Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai kenampakan bentuk lahan di lapangan, karakteristik masing-masing bentuk lahan,    mampu    menganalisis    keterkaitan    antar komponen lahannya, dan keterkaitan bentuk lahan dengan persoalan-persoalan pertanahan sehingga mahasiswa mempunyai  dasar  yang  kuat  dalam  mengkaji  persoalan-persoalan pertanahan secara terintegrasi. Sedangkan tujuannya adalah :
1.         Mahasiswa dapat mengidentifikasi sumber daya alam yang ada di lapang
2.         Mahasiswa mampu menjelaskan semua lingkup pengelolaan sumber daya alam dalam hubunganya dengan pengelolaan sumberdaya alam di lapangan.
3.         Mahasiswa mampu menjelaskan teknik-teknik konservasi (sederhana) yang sudah diterapkan di lapang dalam upaya menjaga kelestarian sumber daya alam.
4.         Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan pengelolaan sumber daya alam (sesuai atau tidak sesuai) dalam hubunganya dengan masalah fisik, sosial maupun ekonomi.
5.         Mahasiswa juga mampu mengidentifikasi permasalahan manajemen sumber daya alam sekaligus memberikan upaya penyelesaian masalah.

D.    Manfaat Praktek Kerja Lapang
Untuk peningkatan kemampuan dan kualitas mahasiswa STPN, maka manfaat dari kegiatan ini adalah :
1.      Untuk meningkatkan kemampuan analisis mahasiswa dalam mempelajari hubungan parameter lahan sehingga mampu memberikan evaluasi tentang sumberdaya lahan dan berbagai gambaran perbandingan alternatif penggunaan yang diharapkan berhasil bagi perencanaan penggunaan lahan.
2.    Mahasiswa dapat mengadakan pengamatan secara langsung tentang permasalahan-permasalahan baik dibidang yuridis, manajemen sumber daya alam, maupun lainnya, yang ada di lapang dan dapat membandingkan dengan teori yang telah dipelajari, sehingga diharapkan mampu mengkombinasikan dari berbagai ilmu dalam rangka menganalisis pemanfaatan tanah dan sumberdaya alam lainnya untuk kelangsungan hidup manusia.
3.    Sebagai sarana latihan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dalam memahami, merumuskan dan mengembangkan metode-metode dalam mengambil langkah penyelesaian masalah-masalah dibidang pertanahan secara cepat, tepat, efektif dan bijaksana dengan mengingat bahwa kedudukan mahasiswa STPN Program Diploma IV juga merupakan aparat pemerintah sebagai pelayan masyarakat dibidang pertanahan yang nantinya berperan serta dalam menentukan kebijakan-kebijakan dibidang pertanahan.
4.    Meningkatkan kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Negeri yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. 
BAB II
DASAR TEORI


A.     Bentuk Lahan
Bentuk lahan juga sering dikenal sebagai geomorfologi. Geomorfologi adalah ilmu yang mendiskripsikan (secara genetik) bentuk lahan dan proses-proses yang mengakibatkan terbentuknya bentuk lahan tersebut serta mencari antar hubungan antar bentuk lahan dengan proses-proses dalam susunan keruangan (von zuidam ; 1977). Dengan demikian di dalam geomorfologi dipelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan bentuk lahan proses perkembangannya baik geomorfologi dinamik (jangka pendek) dan hubungan antar bentuk lahan dalam konteks lingkungan. 
Lingkup geomorfologi mempelajari tentang :
·         Bentuk lahan – morfologi
·         Proses perubahan dan terjadinya bentuk lahan – morfogenesa
·         Evolusi pertumbuhan bentuk lahan – morfokronologi
·         Hubungan dengan lingkungan
Proses geomorfologi dipengaruhi oleh kondisi iklim, vegetasi dan relief. Apabila salah satu faktor tersebut berubah maka intensitas proses geomorfologi yang bekerja juga akan berbeda, bahkan jenisnya pun bisa berbeda. Pada prinsipnya proses pembentukan lahan akan bekerja dengan baik pada daerah-daerah yang relatif tidak terusik oleh proses geomorfologi. Analisis mengenai proses geomorfologi penting dilakukan baik secara individual maupun spasial (keterkaitan antara satu jenis proses dengan proses lain dalam ruang) untuk menentukan asal-usul dan bahan induk tanah. Apabila asal dan bahan induk tanah dapat diketahui, maka sifat-sifat tanahnya lebih mudah di perkirakan.



1.                     Fisiografi
Bentuk lahan dapat dibedakan menjadi : Bentuk lahan asal vulkanik, asal proses fluvial, asal proses marine, asal proses aeolin, asal proses struktural, asal proses denudasional, dan asal proses solusional/karst.
1)      Bentuk lahan asal proses vulkanik
Merupakan bentuk lahan sebagai akibat dari tenaga endogen berupa aktivitas magma/vulkan. Bentuk lahan asal vulkanik secara sederhana dibagi menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk eksplosif dan bentuk-bentuk effusif yang membentuk bentang lahan tertentu dengan distribusi di sekitar kepunden dan lereng bahkan sampai kaki lereng.
Pola aliran sungai terbentuk akibat proses geomorfologi yang bekerja pada batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola yang relatif ”annular sentrifugal” dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar, kemudian bertemu pada tekuk lereng pertama.
Kenampakan pada foto udara antara lain : tekstur umumnya kasar, tetapi seragam pada ketinggian atau kelas lereng sama yang  semakin ke bawah semakin halus. Rona agak gelap sampai gelap, pola agak teratur dan umumnya kenampakan fisik mempunyai pola yang continue, bekas-bekas aliran lava cair akan tampak berupa garis-garis aliran di sekitar kepunden dan berhenti membentuk blok-blok dinding terjal akibat pembekuan di luar.
2)      Bentuk lahan asal proses fluvial
Merupakan bentuk lahan yang disebabkan oleh proses fluvial atau proses yang disebabkan oleh aktivitas aliran sungai yang berupa pengikisan, pengangkutan, sedimentasi yang membentuk bentukan-bentukan deposisional berupa bentuk lahan dataran alluvial, dataran banjir, tanggul alam, teras sungai, dataran berawa, gosong sungai dan kipas alluvial.

3)      Bentuk lahan asal proses marine
Merupakan bentuk lahan yang terbentuk akibat aktivitas gelombang laut. Dataran alluvial pantai merupakan bentang lahan dataran sebagai akibat perkembangan pantai yang telah lanjut dan bergeser ke arah darat, yang telah tertutup oleh material-material hasil sedimentasi proses fluvio-marine. Gisik merupakan bentang lahan yang masih dipengaruhi pasang terendah dan tertinggi air laut, yang merupakan akumulasi pasir pantai. Rataan pasang surut merupakan suatu dataran pantai yang masih dipengaruhi pasang surut air laut dengan material penyusunnya lempung pasiran. Leguna merupakan morfologi ledokan yang berada di dua beting gisik.
4)      Bentuk lahan asal proses aeolin
Merupakan bentuk lahan yang terbentuk karena kerja angin yang bersifat erosif dan akumulatif . Akumulasi seperti yang terjadi di pantai berpasir sangat dipengaruhi oleh ukuran butir dan materialnya. Bentuk gumuk pasir merupakan contoh bentuk lahan yang dibangun oleh aktivitas angin.
5)      Bentuk lahan asal proses struktural
Merupakan bentuk lahan yang masih terlihat strukturnya. Seperti patahan, lipatan dan sebagainya.
Bentuk lahan ini mempunyai karakteristik :
·            Terbentuk karena adanya tenaga endogen (berupa tekanan horizontal dan   vertikal).
·            Pelapisan batuan sedimen yang mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap erosi.
6)      Bentuk lahan asal proses denudasional
Proses danudasi merupakan proses yang cenderung merubah bentuk permukaan bumi yang disebut dengan proses penelanjangan. Proses yang utama adalah degradasi lahan yang berupa pelapukan yang memproduksi regolit dan saprolit serta erosi, pengangkutan dan gerakan massa.
Proses danudasional sangat dipengaruhi oleh tipe material (mudah lapuk, kemiringan lereng, curah hujan, suhu udara dan aliran-aliran yang tidak kontinyu). Karakteristik di foto udara, umumnya topografi agak kasar sampai kasar tergantung tingkat denudasinya, relief agak miring sampai miring, pola tidak teratur, terdapat lembah-lembah kering dan kenampakan erosi. Penggunaan umumnya tegalan kebun campuran.
7)      Bentuk lahan asal proses solusional/karst
Mempunyai karakteristik relief dan drainase alami yang spesifik karena proses pelarutan pada batuan yang mudah larut seperti batuan gamping. Bentuk lahan yang berkembang pada satuan ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik litologi dan kondisi iklimnya. Pada foto udara terlihat bertopografi kasar, banyak bulatan-bulatan yang merupakan kubah sisa pelarutan dengan pola teratur. Aliran sungai terpotong-potong menghilang akibat masuk dalam poros infiltrasi menuju ke sungai bawah tanah. Rona cerah, banyak bercak kehitaman, dan vegetasi jarang.
2.                     Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng menentukan pula kemampuan lahannya. Kemiringan lereng yang dinyatakan dengan satuan persen (%), dikelompokkan menjadi 7 kelas, yaitu:
1.      datar (0-3%)
2.      landai/berombak (3-8%)
3.      agak miring/bergelombang (8-15%)
4.      miring berbukit (15-30%)
5.      agak curam (30-45%)
6.      curam (45-65%)
7.      sangat curam (> 65%)
B.     Geologi
Geologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan gejala-gejala yang terjadi di dalam perut bumi, susunan zat serta bentuk bumi dan sejarah perkembangan bumi serta makhluk-makhluk yang pernah hidup di dalam dan di atas bumi (Katili, 1959).  Secara sederhana geologi mempelajari tentang mineral penyusun batuan, batuan sebagai bahan induk (parents material) dan proses-proses terjadinya serta proses-proses yang mengikutinya. Salah satu cabang ilmu geologi yang membahas dan meneliti batuan yaitu meneliti asalnya, cara terjadinya, struktur dan sebarannya serta cara pembagiannya disebut ilmu petrologi. Adanya gejala geologi yang dikenal dengan gaya-gaya di luar atau gaya eksogen dan dalam atau gaya endogen dapat mengubah bentuk muka bumi.
1. Gaya Asal Luar atau Eksogen
Salah satu peristiwa alam yang sering terjadi adalah hujan. Pada saat hujan turun dengan lebat, mengisi danau dan menyebabkan sungai-sungai membanjir. Air yang menguap kemudian mengalami kondensasi sehingga terbentuk awan, yang merupakan faktor turunnya hujan, sehingga air turun kembali ke bumi. Kekuatan seperti mi disebut asal luar atau eksogen oleh karena kekuatan itu bekerja di luar dan di atas permukaan bumi. Dengan jalan demikian terjadinya perubahan-perubahan pada roman muka bumi. Gejala-gejala asal luar ini dapat dibagi dalam tiga bagian pekerjaan, yaitu :
a)      Hidrosfer : yang dapat dilihat pada gejala erosi yaitu pengikisan dan penorehan batu-batuan oleh air ke daerah yang lebih rendah.
b)      Biosfer : yaitu kekuatan organik yang mampu membentuk pulau-pulau karang latol. Kekuatan organik tersebut disebabkan oleh binatang serta tumbuhan yang tumbuh di dalam laut.
c)      Atmosfer : (panas, matahari, angin, suhu) dalam atmosfer gaya-gaya angin berperan membawa pasir-pasir halus mengikis batuan dan pegunungan di padang pasir.
2. Gaya Asal Dalam atau Endogen
Gaya-gaya dari dalam yaitu kekuatan atau gaya yang akan mengkompensasikan gaya-gaya yang meratakan itu, sebagai contoh : dari gaya-gaya endogen adalah gaya gempa bumi dan gaya pembentuk pegunungan. Pada waktu kegiatan gunung api maka akan terbentuk bangunan-bangunan alam misalnya kerucut-kerucut gunung api, disebabkan oleh pengumpulan material yang dimuntahkan keluar.

            Berdasarkan cara terjadinya batuan dapat dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu :
a)      Batuan beku adalah batuan hasil pembekuan cairan magma baik didalam maupun diatas permukaan bumi.
b)      Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari batuan yang telah ada dan oleh gaya luar seperti cuaca, pengikisan air, maka batuan tersebut akan dihancurkan, diangkat dan kemudian diendapkan ditempat-tempat yang rendah misalnya laut, danau atau samudera. Mula-mula endapannya lunak kemudian berubah menjadi padat.
c)      Batuan malihan adalah batuan yang merupakan hasil ubahan dari batuan biasa (batuan bekuan, batuan endapan, batuan malihan) akibat proses metamorfosis yaitu suatu proses yang dialami batuan asal akibat adanya tekanan/temperatur yang meningkat.
Gaya-gaya geologi yang merupakan gejala geologi dapat menimbulkan gempa bumi, ledakan gunung api dan sebagainya. Gempa bumi adalah gejala geologi yang disebabkan karena  pelepasan tenaga yang  terkumpul  di dalam bumi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung keadaan dan struktur formasi geologi mempunyai pengaruh terhadap struktur daerah dan merupakan bahan dasar bagi bahan induk tanah. Di mana telah dijelaskan bahwa bahan induk ini menentukan sifat dan karakteristik tanah yang merupakan unsur yang mempengaruhi proses pembentukan tanah. Dan oleh karena itu informasi tentang geologi tanah sangat memudahkan dalam menilai potensi dan kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu.

C.   Kondisi Fisik Alamiah Sumber Daya Agraria
Materi ini tidak akan terlepas dari ruang lingkup kajian kondisi fisik alamiah geosfer dan komponen-komponennya meliputi : (a) batuan dan struktur (litosfer), (b) bentuk lahan dan proses pembentukannya(mortosfer), (c) tanah (pedosfer), (d) vegetasi dan penggunaan lahan (biosfer), (e) manusia (antrofosfer) serta (f) iklim (atmosfer). Untuk mempelajari saling pengaruh antara keenam komponen geosfer tersebut umumnya didekati dari teori kajian pembentukan tanah (soil formation) yang melibatkan lima factor pembentuk tanah meliputi bahan induk (parent material), iklim (climate), organisme (organism), relief (relief), dan waktu (time).
Hubungan antara komponen geosfer dengan faktor-faktor pembentuk tanah tersebut adalah bahwa bahan induk menggambarkan batuan, iklim menggambarkan atmosfer, organisme menggambarkan biosfer (vegetasi penggunaan tanah) dan antrofosfer (manusia), relief menggambarkan bentuk lahan (topografi), dan waktu menggambarkan bahwa interaksi tersebut terjadi sepanjang waktu. Oleh karena itu, dalam mempelajari geosfer maka core study-nya adalah tanah dan faktor-faktor pembentuknya. Akhirnya tanah yang terbentuk dan sifat-sifatnya, termasuk kesuburannya akan mewarnai penggunaan tanah yang ada, menggambarkan keadaan organisme yang hidup padanya (vegetasi) dan organisme yang mengelolanya (manusia), iklim (curah hujan dan temperatur) yang mempengaruhinya, relief dimana tanah berada, dan lama waktu yang telah bekerja.

D.  Tanah dan Pembentukannya
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (M. Isa Darmawijaya, 1990). Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dengan iklim, organisme hidup, bahan induk ke bahan bumi (yang tidak keras) yang tidak mengandung akar, tanaman dan hewan atau tanda-tanda kegiatan lain. Faktor-faktor pembentuk tanah, yaitu :
1.      Bahan Induk
Bahan induk dianggap sebagai faktor pembentuk tanah yang amat penting oleh para perintis pedologi (Dokucheev,1883). Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau klasifikasi dan survei tanah pada masa itu banyak didasarkan pada bahan induk, sehingga tanah-tanah diberi nama seperti tanah grant, tanah andesit, tanah liparit, tanah abu vulkan dan sebagainya, bahan induk adalah keadaan tanah pada waktu nol (time zero) dari proses pembentukan tanah (Jenny, 1994).
Ada beberapa pengaruh bahan induk terhadap sifat-sifat tanah dapat disebut antara lain:
a.    Tekstur bahan induk mempunyai pengaruh langsung terhadap tekstur tanah muda;
b.   Tekstur yang dipengaruhi mineral yang sukar lapuk seperti pasir kwarsa tetap terlihat pada tanah-tanah tua;
c.    Mudah tidaknya pelapukan bahan induk tergantung pula pada jenis mineral yang dikandungnya;
d.   Permeabilitas bahan induk menentukan banyaknya air infiltrasi;
e.    Cadangan unsur hara didalam tanah banyak dipengaruhi oleh jenis mineral yang terdapat dalam batuan induk tanah;
Bahan induk mempunyai beberapa jenis, yaitu: batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorfose, dan bahan induk organik.
2.      Relief
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng (topografi) mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan cara:
a.       Mempengaruhi jalannya air hujan yang meresap atau ditahan oleh masa tanah;
b.      Mempengaruhi dalamnya air tanah;
c.       Mempengaruhi besarnya erosi;
d.      Mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut di dalamnya dari suatu tempat ketempat lain.
Air sangat penting untuk proses kimia dan biologi dalam proses pembentukan tanah sehingga perbedaan-perbedaan kelembaban dari dalam tanah karena pengaruh relief akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang berbeda pula.
Sifat-sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adalah :
a.       Tebal Solum;
b.      Tebal kandungan bahan organik horison;
c.       Kandungan air tanah;
d.      Warna tanah;
e.       Tingkat perkembangan horison;
f.       Reaksi Tanah ( PH);
g.      Kandungan garam mudah larut;
h.      Jenis dan tingkat perkembangan pedos;
i.        Sifat dan bahan induk tanah;
j.        Suhu/iklim;
k.      Sifat dan bahan induk tanah (initial material).
Dalam meninjau pengaruh relief terhadap proses pembentukan tanah perlu di ingat pernyataan Water runs dawn hill”, atau air selalu mengalir kelereng bawah dengan akibat-akibat yaitu :
a.       Menyebabkan erosi;
b.      Menyebabkan perubahan relief;
c.       Menyebabkan tanah daerah berlereng menjadi lebih kering, karena infiltrasi kecil aliran permukaan (run-off) besar;
d.      Dikaki lereng run-off kecil, infiltrasi besar, tanah lebih lembab dan pencucian mungkin lebih tinggi.
Dengan demikian relief dapat mengubah pengaruh bahan induk dan waktu misalnya dengan proses erosi dan deposisi. Demikian juga relief dapat mengubah pengaruh iklim dan organisme misalnya sebagai akibat aspek (arc) lereng, dalam atau dangkalnya air tanah, run-off dan sebaginya.
Secara garis besar relief dapat dibedakan menjadi :
a.       Relief datar        : Permukaan tanah datar atau hampir datar, tanpa kenampakan tanda-tanda run-off dan erosi, tetapi juga tidak menjadi tempat penggenangan air atau penimbunan bahan yang dihanyutkan.
b.      Relief miring      : Permukaan tanah yang miring dengan kenampakan tanda-tanda run-off yang lambat dan adanya erosi kecil oleh vegetasi lebat biasanya tersembunyi.
c.       Relief curam       :  Permukaan tanah yang curam sudah jelas menampakkan tanda-tanda run-off dan erosi yang merusak, hanya tidak tampak bila tertutup oleh hutan.
d.      Relief cekung     : Permukaan tanah cekung yang merupakan tempat tertimbunnya air dan bahan endapan dari semua jurusan. Aliran air dipermukaan tanah mengalir kesemua jurusan seolah-olah datang dari satu pusat.
e.       Relief cembung  :  Menunjukkan permukaan tanah yang berbukit-bukit, jika bukitnya kecil disebut bergelombang dan jika lebih kecil lagi disebut berombak (wavy dan undulating).
f.       Relief berbukit   : menunjukan permukaan tanah yang berbukit-bukit, jika bukitnya kecil disebut bergelmbang dan jika lebih kecil lagi disebut berombak (wavy dan undulating)
                          
3.      Iklim
Faktor iklim yang penting dalam proses pembentukan tanah adalah hujan dan suhu. Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda di tempat yang berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru dapat terlihat jelas bila dibandingkan daerah-daerah yang berjauhan dan mempunyai iklim yang berbeda nyata.
Pengaruh iklim dalam proses pembentukan tanah dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung misalnya dalam proses pelapukan, pencucian, translokasi dan lain-lain. Sedangkan pengaruh tidak langsung terutama adalah melalui pengaruhnya pertumbuhan vegetasi.
Di dalam profil tanah air hujan dapat berpengaruh terhadap proses pelapukan pada reaksi-reaksi kimia, pelarutan, pengangkatan, pengangkutan translokasi unsur-unsur kimia dan bahan-bahan lain serta pertumbuhan pertukaran tanaman. Diluar profil tanah, air hujan mengakibatkan erosi ataupun deposisi.
Curah hujan yang jatuh ke tanah sebagian meresap kedalam tanah, sebagian hilang melalui aliran (run-off), sebagian lagi hilang melalui penguapan langsung dari permukaan tanah (evaporasi) atau melalui vegetasi (transpirasi). Kehilangan air melalui penguapan langsung dan melalui vegetasi bersama-sama disebut evapotranspirasi
Suhu sebagai komponen dari iklim merupakan faktor pembentukan tanah bebas (independent). Suhu mempengaruhi kecepatan reaksi dalam proses pembentukan tanah. Suhu merupakan faktor penting dalam menghitung evapotranspirasi potensial sehingga sangat menentukan jumlah curah hujan yang efektif. Suhu menentukan jenis dan jumlah vegetasi yang tumbuh sehingga menentukan pula jumlah dan jenis bahan organik yang terbentuk. Menurut hukum Van’t Hoff setiap kenaikan     suhu 1°C maka kecepatan reaksi kimia akan meningkat dua sampai tiga kali (Van’t Hoff,1984). Sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan suhu adalah :
a)      Makin tinggi suhu, warna tanah makin merah;
b)      Makin tinggi suhu, makin banyak bahan-bahan tercuci;
c)      Makin tinggi suhu, kandungan bahan organik dan nitrogen makin berkurang;
d)     Makin tinggi suhu, kadar nat makin tinggi

4.      Organisme
Peranan organisme dalam proses pembentukan tanah adalah sangat besar. Organisme merupakan faktor penting semenjak permulaan pembentukan profil tanah. Proses pembentukan profil tanah di mulai sejak tanaman dapat hidup diatas batuan, misalnya jenis lichenes. Apabila batuan sudah menjadi lebih lunak maka tumbuhan yang lebih besar mulai tumbuh. Pelapukan batuan menjadi bahan-bahan yang lebih lunak tersebut yaitu menjadi bahan induk tanah melaui proses pelapukan fisik maupun kimia. Beberapa sifat tanah yang dipengaruhi oleh organisme antara lain adalah bentuk struktur dan rongga-rongga (void) tanah, konsentrasi bahan organik, bahan mineral dan perubahan-perubahan bentuk dipermukaan tanah.
5.      Waktu
Waktu seperti halnya ruang adalah sesuatu yang kontinyu. Dalam ilmu tanah dikenal konsep waktu nol (time zero) yang menunjukkan scat di mulainya suatu proses pembentukan tanah, atau scat di mulainya siklus baru dari proses pembentukan tanah. Proses pembentukan tanah di mulai segera setelah kejadian-kejadian dahsyat dia alam yang dapat mengubah salah satu faktor pembentuk tanah.
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah (dinamis), sehingga sebagai akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus, tanah menjadi semakin tua dan miskin unsur hara. Mineral yang mudah lapuk dan banyak mengandung unsur hara semakin habis mengalami pelapukan, sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa, zirkon, oksida Fe dan Al dan lain-lain. Profil tanah juga semakin berkembang dengan meningkatnya umur tanah.
Nikioroff (1949), menyebutkan tanah matang sebagai tanah yang telah mencapai keseimbangan dengan keadaan lingkungan. Karena sudah dalam keseimbangan dengan keadaan lingkungan maka sifat tanah sudah tidak berubah lagi meskipun umumnya meningkat. Dengan demikian setelah tanah mencapai tingkat tanah matang, faktor waktu sudah tidak penting lagi.

E.  Lahan, Penggunaan Lahan, dan Nilai Lahan
Lahan mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan manusia segala macam bentuk intervensi manusia secara siklis dan permanen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat meteriil maupun spirituil yang berasal dari lahan tercakup dalam pengertian penggunaan lahan, atau land use (Sys, 1985). Dengan peranan ganda tersebut, maka dalam upaya pengelolaannya, sering terjadi benturan diantara sektor-sektor pembangunan yang memerlukan lahan. Fenomena seperti ini seringkali mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengankapasitasnya. Dalam hubungannya dengan penggunaan lahan ini, ada tiga faktor yang mempengaruhi nilai lahan, yaitu (a) kualitas fisik lahan, (b) lokasi lahan terhadap pasar hasil-hasil produksi dan pasar sarana produksinya, dan (c) interaksi diantara keduanya. Nilai lahan semakin besar apabila kualitas biofisiknya semakin baik dan lokasinya semakin dekat dengan pasar (Norton, 1984).
Sehubungan dengan kualitas fisik lahan, keberhasilan suatu sistem pengelolaan lahan kering (seperti misalnya usaha tani konservasi) juga dibatasi oleh persyaratan-persyaratan agroekologis (terutama kesesuaian tanah dan ketersediaan air). Persesuaian syarat agroekologis menjadi landasan pokok dalam pengembangan komoditas pertanian lahan kering. Penyimpangan dari persyaratan ini bukan hanya akan menimbulkan kerugian ekonomis, tetapi juga akan mengakibatkan biaya sosial yang berupa kemerosotan kualitas sumber daya lahan (Brinkman dan Smyth,1973). Dilokasi-lokasi tertentu, seperti lahan kering kritis dibagian hulu DAS, biaya sosial tersebut dapat bersifat internal seperti kemunculan tanah-tanah kritis dan bersifat eksternal seperti sedimentasi diberbagai fasilitas perairan (Rauschkolb, 1971).
Soekardi dan eswaran (1991) mengemukakan beberapa ciri dan proses yang berlangsung dalam ekosistem pegunungan (highland areas)yang dapat menjadi kendala atau penunjang pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan. Tiga ciri ekosistem yang sangat penting adalah (a) iklim, (b) bentuk lahan (landform), dan (c) sumber daya tanah. Sedangkan dua proses yang terkait dengan ciri-ciri tersebut adalah proses geomorfik dan proses-proses pedologis.
Kondisi iklim dicirikan oleh ketinggian tempat lebih dari 800 m dpl, curah hujan tahunan lebih 2000 mm, terperatur rataan 15-29º C dengan rezim suhu tanah isothermik atau isohiperthermik. Pada kondisi seperti ini biasanya variasi rezim lengas tanah adalah udik dan ustik. Kondisi ekosistem pegunungan seperti ini mempunyai keunggulan komparatif bagi pengembangan berbagai jenis penggunaan lahan pertanian dengan banyak pilihan sistem pertanaman (cropping system). Potensi seperti ini pada kenyataannya banyak mengundang  investasi dari luar daerah untuk “menggarap” lahan secara lebih intensif. Pada akhirnya hal ini akan dapat mengakibatkan munculnya “kesenjangan” yang semakin besar antara intensitas penggunaan sumber daya dengan karakteristik sumber daya. Apabila kesenjangan ini melampaui daya dukung sumber daya, maka laju degradasi akan dapat melampaui batas ambang toleransinya. Sedangkan strategi petani didaerah pegunungan untuk berjuang mempertahankan kehidupannya biasanya bertumpu pada tiga prinsip dasar yang spesifik, yaitu :
a)      Untuk memenuhi kehidupan dasarnya, petani pengelola sumber daya lahannya dengan berbagai aktivitas produksi tanaman, ternak, hotikultura dan kehutanan;
b)      Petani menghindari resiko kegagalan dan bencana melalui pengembangan metode-metode indigenous dalam mengelola lahannya, dan
c)      Teknologi yang mudah, low input dan small scale lebih disenangi karena keterbatasan penguasaan pengetahuan, teknologi dan kapital (Dimyati Nangju, 1991).
Atas dasar hal-hal tersebut di atas maka evaluasi kesesuaian agroekologis lahan untuk penggunaan pertanian masih dipandang sebagai bottle neck dalam kerangka metodologi perencanaan sisem pengelolaan lahan. Beberapa metode dan prosedur evaluasi agroekologis dapat digunakan untuk kepentingan ini (FAO, 1976, Wood dan Dent, 1983). Metode-metode ini masih bertumpu kepada aspek agroekologi, sedangkan aspek sosial-ekonomi-budaya masih belum melibatkan secara langsung. Demikian juga sebaliknya, pendekatan agroekonomi untuk mengevaluasi usaha tani lahan kering yang lazim digunakan hingga saat ini biasanya juga belum melibatkan secara langsung aspek-aspek agroekologis. Selama ini penelitian-penelitian untuk memanipulasi lingkungan tumbuh pada lahan kering diakukan dengan metode eksperimental dilapangan yang sangat tergantung pada musim, memerlukan waktu lama dan sumberdaya penunjang yang cukup banyak (P3HTA, 1987).


F.   Perdesaan, Pinggiran Kota dan Perkotaan
Perdesaan
Pada umumnya kita mempunyai bayangan tentang daerah sebagai wilayah yang terdiri atas pusat-pusat permukiman dengan beraneka ragam sebutan, seperti desa, kampung, lembang, marga, Nagari, gampong yang didiami oleh petani-petani dengan segala karakteristiknya. Dalam hal ini hubungan kekeluargaan (keakraban, tolong menolong atau gotong royong, dan keterikatan) sebagai sifat mempengaruhi hubungan-hubungan lain secara kuantitatif relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perkotaan.
Pengertian desa adalah istilah atau pengertian yang beraneka ragam. Pembagian secara administratif wilayah Negara Indonesia terdiri atas wilayah yang meliputi provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa. Disamping desa dalam pengertian administratif, dapat dijumpai juga jenis desa  dengan menerapkan kriteria yang lain, misal berdasarkan topografi: desa pegunungan, desa dataran rendah, desa dataran tingi, desa pantai. Kemungkinan juga dapat didasarkan pada kriteria jenis usahanya, yaitu kampong peladang berpindah-pindah, desa perkebunan rakyat, desa nelayan.



Pinggiran Kota
Daerah pinggiran (urban fringe) menurut Hushak (1975) merupakan daerah di sepanjang perbatasan kota yang berhubungan dengan kota-kota kecil (kota satelit) di sekitarnya. Chicoine (1981) mendefenisikan daerah pinggiran kota sebagai daerah yang berada disekeliling pusat kota dan berbatasan dengan daerah pedesaan. Dimana di daerah ini terjadi pergeseran penggunaan tanah dari penggunaan pertanian ke penggunaan perkotaan.
Menurut Yunus dalam Kasjadmikahadi (2001) daerah pinggiran kota secara defenitif sulit dilacak batas-batasnya karena pengertiannya menyangkut aspek fisik dan nonfisik. Daerah ini merupakan peralihan antara kenampakan perkotaan sehingga kawasan ini memiliki ciri-ciri perkotaan dan perdesaan. Lebih lanjut Yunus (1997) menyatakan bahwa daerah pedesaan diperbatasan kota yang dipengaruhi oleh tata kehidupan kota disebut dengan “rural urban areas”. Petani didaerah ini lebih maju daripada petani didaerah pedesaan karena : (a) jarak yang dekat dengan kota sehingga frekuensi pergaulan antara warga kota dan warga desa boleh dikatakan sangat tinggi, (b) jarak yang dekat dengan kota memudahkan dalam pemasaran produk pertanian , (c) kemungkinan anak-anak didaerah ini bersekolah lebih besar daripada pedesaan yang jauh dari kota, dan (d) kesempatan memperoleh mata pencaharian tambahan. 

Perkotaan
Kota adalah suatu tata guna tanah yang mempunyai kepadatan bangunan dan perkembangan penduduk tinggi, sebagian besar produk yang dihasilkan adalah bidang jasa atau produk sekunder (Kasjadmahadi, 2001). Dari segi geografi, kota dapat diartikan sebagai suatu system jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya materialistis (Bintarto, 1989).
Pengertian kota menurut Yunus (1987) dalam Kasjadmikahadi (2001) dibedakan menjadi enam kelompok : (a) Secara yuridis admnistratif kota merupakan wilayah yang ditetapkan berstatus kotaberdasarkan peraturan yang berlaku, (b)Secara morfologi, kota dicirikan oleh peta guan tanah non agraris dan building coverage lebih besar daripada guna agraris dan vegetarian coverage, (c) Tinjauan dari jumlah penduduk, Kota merupakan aglomerasi penduduk dalam jumlah tertentu yang mampu menumbuhkan fungsi-fungsi perkotaan dan tinggal pada satu daerah pemukiman yang kompak, (d) Tinjauan dari kepadatan penduduk, kota diartikan sebagai suatu daerahyang mempunyai kepadatan dalam jumlah minimal tertentu dan menempati ruang tertentu yang kompak, (e) Tinjauan gabungan antara jumlah penduduk dan criteria tambahan.
Biro pusat statistik (2000) menggunakan beberapa kriteria untuk menetapkan apakah suatu desa/kelurahan dikategorikan sebagai desa atau kota. Kriteria tersebut adalah : (a) Kepadatan penduduk per km2, (b) Persentase rumah tangga yang mata pencaharian utamanya pertanian atau non pertanian, (c) Persentase rumah tangga yang memiliki telepon, (d) persentase rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik.

G. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Lahan pertanian yang lokasinya dekat dengan sumber pertumbuhan ekonomi lambat laun akan mengalami pergeseran penggunaan dan pemanfaatan ke bentuk lain seperti perumahan, industri, jalan dan kegiatan non pertanian lainnya. Konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian juga dipengaruhi oleh nilai ekonomi tanaman pangan dan nilai pendapatan kotor daerah untuk wilayah yang sama, kepadatan penduduk, dan total luas tanah tersedia di wilayah bersangkutan.
Dampak negatif dan penurunan area sawah tidak cukup dicerminkan oleh pengurangan surplus konsumen yang disebabkan pengurangan produksi padi, melainkan juga perlu ditambah dengan perhitungan harga yang diakibatkan ketidakstabilan sistem politik dan keamanan. Aspek lain yang ikut berdampak adalah hilangnya nilai-nilai dan tatanan kelembagaan yang berasiosasi dengan kehidupan pertanian, eksternalitas dan konservasi tanah dan air. Perubahan lahan pertanian yang tidak terkendalikan akan berakibat buruk terhadap ketahanan pangan secara lokal maupun nasional. Dampak lain terkait dengan keterlangsungan lingkungan hidup yang tidak seimbang.

H.    Status Penguasaan dan Pemilikan Tanah
Pengaturan penggunaan tanah di Indonesia dimasa awal kegiatannya merupakan kegiatan penertiban, yaitu dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1958, Undang-Undang No. 2 Tahun 1990, Undang-Undang  No. 56 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 sebagai pelaksanaan dari beberapa ketentuan Pokok Agraria. Upaya pengaturan  tersebut meliputi penertiban penguasaan, dan pemilikan tanah pertanian yang melebihi batas maksimum, pemilikan tanah secara absentee dan tanah-tanah bekas swapraja atau tanah-tanah bekas wilayah kerajaan / kesultanan dimasa lalu serta melanjutkan likuidasi tanah partikelir dan tanah eigendom yang merupakan sisa-sisa penjajahan. Status tanah yang dikuasai dengan hak perorangan pada dasarnya bersifat individual dengan hak-hak yang bersifat pribadi biasanya penggunaan tanahnya diusahakan seoptimal mungkin guna mendapat manfaat dan hasil baik bagi dirinya maupun keluarga. Meskipun demikian, dalam sistematika Hukum Tanah Adat hak-hak tanah bersifat pribadi tersebut tetap mengandung unsur-unsur kebersamaan (Pasal 6 UUPA).
Aspek hukum meliputi hubungan antara pemilik dan penguasaan tanah yang dikuasainya secara hukum. Atas hubungan ini maka diberikan berbagai macam hak atas tanah yang termaksud dalam Pasal 16 UUPA khusus pada daerah  D.I.Y. dibagi atas dua jenis  yaitu :
1.      Hak Pakai atas tanah yang dimiliki oleh Sultan Ground (Ground Sultan),
2.      Hak Milik yang dimiliki secara kuat hak terpenuh disamping ada hak-hak lainnya seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan, tetapi diberikan diatas tanah langsung dikuasai Sultan bukan tanah negara.
Status kepemilikan Hak Pakai atas tanah yang dimiliki oleh sultan disebut dengan Sultan Ground, pengaturannya diatur oleh Panitia Panitikismo. Masyarakat hanya dapat menguasai secara fisik saja seperti HGB, Hak pakai sedangkan secara yuridis masyarakat tetap mengakui bahwa tanah tersebut tanah sultan.
Politik pertanahan yang dianut Pemerintah Republik Indonesia dengan konservasi hak atas tanah adalah selain bertujuan mengikis habis sistem kolonial yang melekat pada tanah-tanah bekas hak barat, disamping bekas hak adat yang perlu disalurkan menjadi hak baru menurut Undang-Undang Pokok Agraria, yang oleh pemerintah dikeluarkan pada tanggal 24 September 1960 yang bertujuan antara lain untuk menghilangkan dualisme dan pluralisme dalam hukum agraria didalam suatu azas yang baru dan modern serta sederhana yang memberikan jaminan kepastian hukum bagi seluruh rakyat.
Pengelolaan dan penggunaan tanah melekat pada status tanah atau hak yang dipunyainya. Sehingga dalam memberikan jaminan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya tersebut, maka perlu pendaftaran tanah. Pasal 16 UUPA menyebutkan jenis-jenis hak yang dapat dimiliki oleh setiap warga negara. Dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Menteri Negara Agraria No. 3 tahun 1997

I.      Pendaftaran Tanah

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendaftaran tanah antara lain :
1.    Hubungan manusia dengan tanah umumnya berupa aktivitas yang ada di atas muka bumi yang wujudnya berupa penggunaan tanah baik tanah untuk tempat tinggal, usaha, bertani maupun penggunaan lainnya. Di samping itu, terdapat juga hubungan manusia yang satu dengan manusia lainnya, perbuatan hukum yang terkait dengan bidang tanah, misalnya jual beli, hibah, tukr menukar, sewa tanah dan sebagainya.
2.    Agar semua aktivitas pemanfaatan dan penggunaan tanah tersebut dapat berjalan dengan baik, perlu suatu jaminan kepastian hukum. Dalam rangka memperoleh jaminan kepastian hukum dimaksud dilakukan kegiatan pendaftaran tanah.
3.    Secara umum pendaftaran tanah merupakan aktivitas pencatatan nama dan alamat dalam sebuah daftar yang obyeknya permukaan bumi. Namun menurut pasal 19 UUPA kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan fisik kadaster dan kegiatan pendaftaran hak.
4. Kegiatan fisik kadaster meliputi kegiatan pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah. Fokus kegiatan ini adalah bidang teknis geodesi dengan hasil peta-peta kadastral, untuk itu, sebelum pengukuran wajib dilaksanakan penetapan batas secara contradiktoire delimitatie, bidang tanah yang diukur wajib diikatkan pada titik dasar teknik, dan sebagainya.
5. Pendaftaran hak artinya mencatatkan (membukukan) hak atas tanah dalam daftar-daftar umum. Pencatatan hak atas tanah dimaksud dapat baru pertama kali atau sudah pernah didaftar (sudah bersertipikat). Dicatatkan kembali, misalnya karena peralihan hak, perubahan hak dan sebagainya.
6.   Dasar pencatatan adanya bukti-bukti pemilikan/penguasaan tanah yang cukup. Kondisi sosial budaya masyarakat sangat menentukan dalam kegiatan penyelidikan riwayat tanah.
7.   Dalam pembukuan hak atas tanah harus juga disatatkan batasan-batasan dalam penggunaan dan pemanfaatan tanahnya.

J.      Pengukuran Bidang Tanah

1.    Pemahaman lokasi suatu daerah atau objek di lapangan baik lokasi absolute maupun lokasi relative terhadap daerah atau objek lain sangat penting bagi siapapun terlebih bagi mahasiswa. Terkait dengan kegiatan PKL maka mahasiswa harus mampu membaca peta pada koordinat kartesian maupun geodetic atau geografis, dan menginterpolasi koordinat lokasi Stop Site dalam peta kerja mahasiswa.
2.    Secara topografis tiap-tiap daerah akan mempunyai ketinggian tertentu dan di dalam pemetaan biasa diwujudkan dimensi ketiga ini dengan garis kontur. Penentuan kegiatan ini bisa dilakukan dengan pengamatan satelit GPS dan interpolasi garis kontur yang tersedia di peta. Pemahaman lanjut diperlukan untuk mengetahui spesifikasi penentuan tinggi dengan GPS ang didasarkan pada referensi ellipsoida bumi.
3.    Orientasi suatu objek di muka bumi salah satunya digunakan data asimut yang dapat ditentukan dari peta, pembacaan kompas maupun pengukuran berdasarkan benda-benda langit seperti matahari dan bintang. Penjelasan ini diperlukan karena orientasi arah utara merupakan dasar seseorang dalam memahami informasi dari peta.
4.    Keberadaan Titik Dasar Teknik di lapangan sangat membantu tugas-tugas pengukuran dan pemetaan khususnya di bidang kadastral. Distribusi, dimensi, material, simbolisasi, penomran perlu untuk diketahui dan sekaligus bagaimana tata cara pemeliharaan, pengadministrasian dan kegunaan lanjut dalam pengembalian batas.
5.    Berbagai metode pengukuran bidang seperti terestrial, fotogametris, extra terestrial dan pemanfaatan citra satelit dapat diterapkan dengan mengingat kondisi daerah yang akan dipetakan. Pemahaman berbagai metode dan aplikasinya sangat diperlukan agar didapatkan efektifitas dan efisiensi kerja di bidang survei dan pemetaan

K.    Aspek Sosiologis dalam Pertanahan
Sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dan segenap dinamikanya, maka sosiologi dapat memberi kontribusi dalam pelaksanaan PKL, General View, berupa telaah, sebagai berikut :
1.    Relatif kondisi masyarakat dengan dinamika bentang lahan, yang diamati sejak dari tepi pantai hingga pegunungan. Secara sosiologis diketahui, bahwa pula sosial masyarakat antara lain dibentuk oleh kondisi bentang lahan, yang bersinggungan dengan kepentingannya. Oleh karena itu ketika ada perubhana format bentang lahan dari tepi pantai hingga ke pegunungan, yang menciptakan dinamika bentang lahan, maka akan berpeluang terjadi dinamika pola sosial masyarakat yang hidup di atasnya.
2.    Latar sosiologis yang menyebabkan terbentuknya pola penggunaan tanah tertentu. Pada prinsipnya penggunaan tanah merupakan wujud interaksi antara masyarakat dengan tanahnya. Interaksi ini mendesak masyarakat untuk mengerahkan segenap kemampuan berpikir, bersikap, dan perilakunya agar sesuai dengan kondisi tanahnya. Pemikiran, sikap dan perilaku tersebut dapat diekspresikan setelah individu mempertimbangkan nilai-nilai yang selama ini telah menjadi bagian internal dirinya.
3.    Peluang konflik sosial yang dapat terjadi pada areal persinggungan antar penggunaan tanah yang sensitif. Persinggungan antar penggunaan tanah terjadi karena adanya persinggungan kepentingan antar anggota masyarakat yang mengusahakannya. Persinggungan ini dapat berbuah konflik, bila tidak terdapat management order yang kuat di masyarakat. Oleh karena itu reduksi konflik dapat dilakukan, bila management order terus diperkuat, yang puncak idealnya berupa peniadaan konflik.
4.    Rasionalitas yang dikontruksi oleh masyarakat, untuk menyiasati beberapa keterbatasan kondisi sumber daya alam yang dijumpai pada berbagai format bentang lahan. Suatu masyarakat hidup berdasarkan mean dan end yang dimilikinya. Konstruksi mean–end yang merupakan basis rasionalitas masyarakat, pada akhirnya akan memperhadapkan masyarakat dengan berbagai pilihan, seperti : (a) keuntungan religius, (b) keuntungan sosial, (c) keuntungan ekonomis, (d) keuntungan politis, dan (e) lain-lain.
BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN


A.    Karakteristik Bantang Alam Setiap Lokasi Pengamatan ( Stop Side )
Bentang alam setiap stop side memiliki ciri-ciri yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

1.      Kecanmatan Turi (Sleman)
a.      Posisi Geodetik : 
­       LS                    : 07˚39´ 5,8˝
­       BT                   : 110˚23´45,2˝
­       Ketinggian       : 410 m
b.      Hasil Pengamatan
Gambar 1. Turi,Sleman. Lokasi persawahan yang terancam alih fungsi lahan


·         Lahan pertanian sawah beralih fungsi menjadi perkebunan salak.
·         Merupakan daerah yang dilewati oleh spring belt, sehingga pasokan air dari Gunung Merapi tercukupi.
·         Suplai air tercukupi sehingga drainase baik.
c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Daerah Turi yang terletak di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Turi terletak di 7˚39´ 5,8˝ LS dan 110˚23´45,2˝ BT dengan ketinggian 410 m di atas permukaan laut. Daerah Turi memiliki lereng antara 0-8 % dengan tekstur sedang. Tanah di daerah ini subur karena mengandung endapan vulkanik serta mendapat irigasi pasokan air yang berasal dari spring belt lereng atas Gunung Merapi. Masyarakat kemudian memanfaatkannya sebagai lahan pertanian. Biasanya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, masyarakat menanam padi sebanyak dua kali dan satu palawija. Itulah sebabnya masyarakat menopang hidupnya dari sektor pertanian.
Hukum. Status tanahnya adalah tanah kas desa dan tanah milik perorangan. Walaupun demekian, banyak terjadi perubahan penguasaan. Banyak tanah-tanah masyarakat yang jatuh ke pihak luar. Sehingga mereka hanya menjadi penggarapnya saja.
Tata Ruang Lingkungan. Daerah ini merupakan kawasan yang subur dengan begitu melimpahnya air. Cocok untuk pertanian. Sekitar tahun 1980-an terjadi perubahan besar-besaran penggunaan tanah pertanian dari sawah menjadi tanaman salak pondoh. Ini dikarenakan harga salak pondoh pada saat itu begitu tinggi. Apalagi, tanah disini sangat cocok untuk di tanami Salak Pondoh. Karena pengairanya cukup dan pemupukanya hanya setahun sekali. Sehingga banyak petani yang beralih dari sawah menjadi pertanian salak pondoh.
Penngunaan Tanah. Terjadi banyak perubahan penggunaan tanah. Dimana tanah pertanian banyak berubah menjadi tanah pekarangan. Masalah perubahan penggunaan tanah menjadi masalah pokok yang terjadi di Kabupaten Sleman. Adanya fasilitas dan sarana umum menjadikan tumbuh suburnya pemukiman. Lahan-lahan produktif banyak berubah menjadi area pemukiman. Pemda Sleman sendiri telah melakukan tindakan penyelamatan lahan pertanian yaitu dengan adanya Proyek Lahan Abadi. Hanya saja proyek tersebut mengalami kegagalan.
Kondisi Sosial Ekonomi. Daerah ini dapat dikatakan makmur. Karena banyak masyarakat disini pada umumnya memiliki rumah yang bagus. Hal ini dikarenakan masyarakat sangat terbantu dengan nilai ekonomis tanaman Salak Pondoh.

2.      Desa Gungan, Cangkringan, Sleman
a.   Posisi Geodetik :        
­       LS                    : 07˚39´ 2,8˝
­       BT                   : 110˚26´38˝
­       Ketinggian       : 496 m

b.      Hasil Pengamatan
·         Merupakan tempat penampungan sementara korban erupsi Gunung Merapi.
·         Mereka tinggal di rumah-rumah semi-permanen.
·         Kebutuhan air tercukupi.


Gambar 2. Shelter-shelter di desa Gungan, Cangkringan, Sleman
 
 



c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Secara Geodetik desa ini terletak di 7˚39´ 2,8˝ LS dan 110˚26´38˝ BT dengan ketinggian 496 m di atas permukaan air laut. Desa Gungan, Cangkringan, Sleman memiliki kemiringan lereng antara 0-8%. Karena miring, para petani menanam tanaman semusim dengan sistem terasering.
Hukum. Penduduk korban erupsi Gunung Merapi untuk sementara tinggal di shelter-shelter. Shelter tersebut dihuni oleh 200 kepala keluarga, dimana didirikan diatas tanah desa yang dapat diketahui dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 serta PMD Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Tanah Kas Desa. Tanah kas desa dapat diubah menjadi tanah bukan kas desa untuk kepentingan pembangunan ataupun fasilitas umum. Kalau penggunaannya dimungkinkan, status tanah tidak mengalami perubahan, sedangkan penggunaannya mengalami perubahan, digunakan untuk mengakomodir tanah yang terkena erupsi. Caranya dapat dilakukan melalui pihak ketiga yaitu dengan sewa menyewa, pinjam pakai dan sebagainya. Namun itu semua memerlukan ijin dari gubernur untuk mekanisme perubahan penggunaan tanahnya. Namun apakah tanah tersebut akan dijadikan sebagai hunian tetap ataukah tetap menjadi tanah kas desa itu semua bergantung kepada otoritas dari pemerintah desa, bukan dari pemerintah daerah.
Pemberdayaan Masyarakat. Dalam sebuah shelter dihuni oleh 4 (empat) kepala keluarga. Mereka adalah korban dari amukan Merapi yang merupakan penduduk di Desa Gungan, Cangkringan. Mereka ditampung di tenda-tenda darurat. Masyarakat merasa trauma karena rumah mereka rusak dan memerlukan waktu untuk memulihkan akses. Selain shelter, mereka mendapat santunan Rp. 150.000,- /bulan setiap orangnya. Karena sebagian besar mereka kehilangan mata pencaharian. Ada pula upaya pemerintah setempat bahwasanya setiap kepala keluarga mendapat dana sebesar Rp. 1.400.000,- sebagai bantuan untuk menjalankan usahanya.









Gambar 3. Kolam-kolam ikan  para korban erupsi Merapi.


 
 



Kondisi Sosial Ekonomi. Akibat letusan mereka harus mencari mata pencaharian lain. Mereka tidak dapat mengusahakan tanahnya untuk pertanian. Banyak dari mereka menjadi buruh tani. Adapula dari mereka yang memanfaatkan tanah mereka menjadi kolam ikan. Dengan menggunakan plastik agar air tetap tergenang di kolam-kolam buatan mereka.

3.      Desa Grongan, Argomulyo, Sleman ( Sungai Gendol )
a.       Posisi Geodetik :      
­       LS                    : 07˚39´ 49,4”
­       BT                   : 110˚27´51,2˝
­       Ketinggian       : 438 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Terdapat tumpukan pasir yang banyak akibat letusan Merapi.
·         Daerah sekitar sungai banyak tanaman yang mati.
·         Banyak kendaraan pengangkut pasir yang lalu-lalang mengambil barang tambang.
c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Sungai Gendol terletak di  7˚39´ 49,4˝ LS dan 110˚27´51,2˝ BT dengan ketinggian 438 m di atas permukaan air laut. Berada di Desa Grongan Kecamatan Argomulyo Kabupaten Sleman. Merupakan salah satu sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Aliran lahar dan awan panas yang menuju ke sana telah meluluh lantahkan daerah di sekitar sungai Gendol. Material pasir yang keluar telah menutupi badan sungai itu sendiri. Sehingga air yang mengalir pun tidak dapat diatur arah aliranya. Beberapa orang meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi ini. Terutama mereka yang bermukim di sekitar Sungai Gendol. Begitu ganasnya, sampai bendungan tidak mampu lagi menahan material yang keluar. Seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
Kondisi Sosial Ekonomi. Pertanian di daerah ini sangat subur dengan berlimpahnya air yang berhulu di Gunung Merapi. Usaha mereka dengan membuat terasering dan perairan yang mensuplai areal pertanian mereka. Tumpukan pasir Merapi menjadi berkah tersendiri bagi mereka. Karena pasir ini banyak dibutuhkan oleh banyak orang. Dari 500 (lima ratus) truk per hari, terdapat 3 (tiga) material yang diangkut yaitu pasir, batu, dan bantak yang dapat diselesaikan selama 10-15 menit tiap angkutan. Bantak merupakan campuran dari batu kecil dan pasir yang biasa dikenal dengan istilah “urug”. Setiap truk membayar retribusi yang berbeda, tergantung dari material yang diangkut, rinciannya sebagai berikut :





Gambar 4. Dampak aliran lahar dingin Merapi
 
 


1.      Pasir          = Rp. 100.000,-/ truk
2.      Bantak       = Rp.   50.000,-/ truk
3.      Batu          = Rp. 150.000,-/ truk
Berikut ini merupakan harga jual pasir hasil penambangan dari gunung Merapi di beberapa wilayah :
No
Wilayah
Harga
1
Sleman
Rp. 250.000,-
2
Yogyakarta
Rp. 350.000,-
3
Semarang
Rp. 800.000,-
4
Ambarawa
Rp. 600.000,-
Tabel 2. Harga pasir di berbagai wilayah
 
Dari data diatas dapat diperoleh keterangan bahwasanya bisnis merapi menguntungkan terutama untuk para pengembang dan juga pemerintah daerah. Dari Rp.100.000,- pasir yang diangkut per truk, pemerintah daerah memperoleh  Rp. 65.000,- sedangkan pengusaha memperoleh Rp. 35.000,-.


Gambar 5. Penambangan pasir Merapi di  sungai Gendol.

 
 


Hukum. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah kabupaten Sleman membuat Badan Pengendalian Pertanahan Daerah (BPPD) dengan ada 9 (sembilan) kewenangan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman, yaitu Perda No. 19 Tahun 2001 mengenai ijin peruntukan penggunaan tanah baik pribadi ataupun badan yang berdampak pada struktur ekonomi budaya.




4.      Bimomartani, Cangkringan, Sleman
a.      Posisi Geodetik :       
­       LS                    : 07˚40´ 46,3˝
­       BT                   : 110˚27´40,6˝
­       Ketinggian       : 359 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Daerah yang melimpah air.
·         Tempat pembudidayaan ikan air tawar.
·         Berada di depan jalur jalan yang ramai.



Gambar 6. Pengelolaan sumber daya air tawar di Bimomartani, Sleman
 
 



c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Bimomartani terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Secara geodetik berada di 07˚ 39’ 05” LS dan 110˚ 22’ 10” BT. Daerah ini merupakan Sring Belt dari Gunung Merapi. Sehingga kawasan ini sangat berlimpah air. Kondisi semacam ini dimanfaatkan pemerintah untuk membudidayakan ikan air tawar. Proyek ini telah direncanakan dengan matang, dengan memperhatikan kondisi alam dan kondisi masyarakatnya. Lokasinya yang sangat setrategi sehingga dapat menampung begitu banyak air.
Pemberdayaan Masyarakat. Adanya proyek ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dini dijual berbagai benih ikan tawar seperti benih Ikan Lele, Ikan Nila dan Ikan Bawal. Tidak hanya ikan konsumsi yang dijual tetapi juga ikan-ikan hias seperti Ikan Cupang. Semuanya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan warga dan kesejahteraanya.
Berikut merupakan kriteria jenis ikan yang ada di daerah ini.


5.      Prambanan- Piyungan
a.      Posisi Geodetik :       
­       LS                    : 07˚47´ 54,1˝
­       BT                   : 110˚28´ 57,8˝ 
­       Ketinggian       : 139 m




b.      Hasil Pengamatan


Gambar 7. Alih fungsi lahan di daerah Prambanan-Piyungan
 
 



·         Merupakan daerah persawahan irigasi.
·         Terdapat perubahan penggunaan lahan dari sawah menjadi bangunan.
·         Berada di depan jalur jalan yang ramai.

c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Tempat yang menjadi lokasi pengamatan kali ini berada di Pinyungan-Prambanan. Tempat ini merupakan daerah persawahan di pinggir jalan. Terdapat irigasi yang mengairi sawah tersebut. Terdapat 2 jenis irigasi, yaitu irigasi teknis yang dikelola oleh pemerintah dan irigasi non teknis yang dikelola oleh desa. Untuk saluran irigasi ini terdapat saluran primer membentuk cabang sekunder yang bercabang menjadi cabang tersier (lebar 2-3 m), kemudian kuarter (lebar 1 m) yang selanjutnya membentuk saluran cacing (lebar 0,5 m).


Gambar 8. Salah satu irigasi di daerah Prambanan-Piyungan
 
 


Hukum. Terjadi fenomena dimana terjadi alih fungsi lahan pada sawah beririgasi teknis sehingga perlu dikontrol, antara lain dengan UU No.5 Tahun 1960 pasal 14 dan juga UU Tata Ruang, dimana didalamnya terdapat sanksi pidana maksimal 3 tahun kurungan serta denda 500 juta rupiah bagi pelanggar, untuk itu diperlukan adanya pertimbangan mengenai pemecahan lahan pertanian begitu juga dengan konversi atau alih fungsi lahan. Pengendalian pemilikan tanah dapat berupa ijin peralihan hak untuk mengendalikan siapa yang akan membeli tanah tersebut.
Tata Ruang Lingkungan. Data mengenai sawah beririgasi teknis ataupun bukan harus dimiliki oleh setiap kantor pertanahan.di kantor pertanahan sendiri belum terdapat peta penggunaan tanah skala besar yaitu skala 1:1.000, baru mulai ada tahun 2010, yang ada sebelumnya hanya ada skala kecil. Pun demikian, sampai sekarang tidak ada satu kantor pertanahan pun yang mengetahui secara tepat jumlah sertipikat yang telah diterbitkan.

6.      Hargodumilah, Pathuk, Gunung Kidul
a.      Posisi Geodetik :       
­       LS                    : 07˚51´ 27,6˝
­       BT                   : 110˚28´ 21,9˝
­       Ketinggian       : 410 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Merupakan  daerah dataran tinggi yang terletak di sebelah selatan Kota Yogyakata.
·         Terdapat batuan besar di samping jalan.


Gambar 9. Pemandangan di atas salah satu bukit di Hargodumilah.
 
 



c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Hargodumilah, Pathuk berada di arah barat dataran rendah kabupaten Bantul, dimana lokasi tersebut merupakan posisi patahan. Sedangkan graben yang berada di Bantul merupakan subsiden atau suatu kondisi tanah yang menurun atau ambles tetapi bukan disebabkan karena tanah turun. Kalau dilihat dari landscape, adalah daerah pegunungan yang merupakan kaki gunung Merapi dengan jenis batuan endapan karena pengaruh vulkanik. Daerah ini dari parangtritis menuju Pathuk kemudian ke Prambanan adalah jalur patahan sampai puncak Merapi melalui pola aliran sungai Opak. Hulunya berada di Merapi, sedangkan muaranya berada di Parangtritis. Batuan yang ada disini adalah batuan berbentuk bulat besar yang merupakan batuan Konglomerat.


Gambar 10. Batuan Konglomerat yang ada  di Hargodumilah, Pathuk, Gunungkidul
 
 



Batuan Konglomerat memiliki ciri khusus yaitu ada batuan-batuan kecil yang tersemen oleh kapur (CaCO3) dan lempung bentuknya bulat-bulat kecil. Sedangkan batuan Breksi Vulkanik tersemen dan berbentuk runcing.
Pengunaan Tanah. Faktor yang mempengaruhi pola penggunaan tanah adalah ketersediaan air dan topologi. Pada umumnya daerah Kabupaten Gunungkidul memiliki kandungan air yang minim. Dan secara topologi daerah Kabupaten Gunungkidul merupakan dataran tinggi. Hal ini mempengaruhi penggunaan tanahnya. Dominasi tanaman disini adalah tanaman tahunan. Banyak ditanami jambu mete, sedangkan untuk tanaman semusim ditanami jagung dan singkong.
Geomarfologi. Di Gunungkidul terdapat 3 pegunungan, yaitu pegunungan Batur Agung, pegunungan Seribu serta pegunungan Wonosari. Merupakan proses pengangkatan, dimana coral-coral batu kapur yang berasal dari proses pengangkatan dulunya merupakan bagian bawah kemudian mengikat batu-batu kecil yang akhirnya menggumpal. Untuk jenis tanahnya adalah latosol, buktinya adalah jika dikupas berwarna kuning masam.

7.      Hutan Lindung, Wonosari
a.      Posisi Geodetik :       
­       LS                    : 07˚55´ 28,8˝
­       BT                   : 110˚25´ 57,3˝
­       Ketinggian       : 522 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Daerah yang banyak ditanami Pohon Pinus, Pohon Karet dan Pohon Kayu Putih.
·         Berada di dataran tinggi.
·         Kawasan yang sejuk dan rindang.


Gambar 11. Kawasan Hutan Lindung di Wonosari, Gunungkidul
 
 


c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Daerah ini merupakan kawasan yang termasuk ke dalam hutan lindung yang berfungsi untuk melindungi sumber daya alam dan buatan seperti Pinus untuk diambil getahnya dan Sonokeling yang diguakan sebagai bahan baku untuk mebel. Kawasan ini juga digunakan untuk wisata alam. Fungsi hutan lindung sendiri pada intinya adalah untuk melindungi kawasan bawahannya. Kawasan ini menjadi recharge area bagi daerah Bantul dan sekitarnya. Sehingga keberadaan hutan lindung di Wonosari sangat penting untuk kelangsungan kehidupan di bawahnya.
Hukum. Pengelolaan hutan lindung diatur dalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990  tentang Pengelolaan Kawasan Lindung melindungi kawasan di bawahnya. Hutan lindung bisa dijadikan sebagai hutan produksi terbatas dimana produksinya benar-benar diatur. Masalah konversi mengenai ijin lokasi harus dicek oleh dinas pengairan, perikanan dan sebagainya.


8.      Imogiri, Bantul
a.      Posisi Geodetik :       
­       LS                    : 07˚55´ 28,8˝
­       BT                   : 110˚25´ 57,3˝
­       Ketinggian       : 522 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Merupakan daerah yang gundul dan mudah longsor.
·         Terdapat bekas galian tanah akibat penambangan.
·         Kawasan yang panas menyengat.



Gambar 12. Bukit gundul di Imogiri Bantul
 
 



c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Berbeda dengan lokasi pengamatan sebelumnya, lokasi pengamatan ini merupakan area perbukitan yang tandus. Tidak terdapat vegetasi yang tumbuh di sini. Pada tahun 2006 lalu, kondisi bukit selatan gundul. Fungsi pembentukan tanah bagus berupa bukit kemudian ada proses eksploitasi. Dengan rumput tanah yang seperti ini sangat lama untuk tercipta adanya suatu vegetasi tanaman. Terdapat eksploitasi tanah sehingga terbentuk tebing tinggi. Tanaman yang hidup hanyalah tanaman yang rakus. Artinya yanaman yang memiliki toleransi daya hidup terhadap air tinggi seperti Pohon Jati, Pohon Mahoni dan Pohon Bambu. Tanahnya berupa endapan vulkanik dari gunung Merapi.



Gambar 13. Bukit Imogiri di Imogiri Bantul
 
 


Dari sini dapat dilihat Bukit Imogiri. Bukit imogiri adalah tempat pemakaman raja. Dimana status tanahnya adalah tanah milik raja. Atau dalam bahasa hukumnya merupakan Sultan Ground.


9.      Parangtritis, Bantul
a.      Posisi Geodetik :
­             LS                   : 08˚1´ 8,4˝
­             BT                   : 110˚19´ 8,9˝
­             Ketinggian      : 23 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Kawasan pantai selatan Yogyakarta.
·         Daerah yang memiliki Gemuk Pasir ( Sand Done )
·         Angin disini berhembus kencang.




Gambar 14. Pantai Parangtritis, Bantul.
 
 


c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Kawasan Pantai Parangtritis sampai Pantai Karang Bolong merupakan pantai yang landai. Kawasan yang menjadi muara dari gunung berapi. Pasir yang ada disini sebenarnya berasal dari Gunung Merapi. Melalui perjalanan yang panjang pasir-pasir tersebut akhirnya ke laut. Tetapi karena material pasir sangat ringan sehingga mudah di terbangkan angin. Angin di pantai berhembus kencang sehingga banyak membawa material pasir. Material pasir banyak menumpuk di daratan.

Geomarfologi. Tanah pasir berupa tanah Aluvial yang susah untuk mengikat air. Sehingga menjadi masalah utama dalam pertanian. Karena tanaman sangat membutuhkan air.







Gambar 15. Gemuk pasir (Sand Done ) di kawasan Parangtritis Bantul
 
 



Untuk menambah kesuburan dan pengikatan air perlu adanya cara lain yaitu dengan pemupukan menggunakan Bahan Organik. Bahan Organik dapat diperoleh dari pupuk kandang dan kompos karena memiliki bahan kimia aktif yang dapat mengikat air dan membantu pasir dalam proses peresapan.
Perbedaan tanah aluvial dan tanah vuluvial
Tanah Aluvial
Tanah Vuluvial
Jenis tanah yang merupakan material yang dibawa oleh aliran sungai
Jenis tanah yang merupakan materi hasil longsoran gunung berapi
Tabel 3. Perbedaan tanah Aluvial dan Tanah Vuluvial
 

Hukum. Status tanah ini adalah kepunyaan Sultan Grond terkait dengan perjanjian Gianti pada tanggal 13 Februari 1755 dimana kekuasaan dibagi menjadi 2 yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kemudian dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1984 berlakulah Undang-undang Pokok Agraria pada tangal 24 September 1984 di Yogyakarta. Begitu juga dengan status hak tanah bekas swapraja akan menjadi Tanah Negara. Oleh karena itu maka tanah Sultan Grond berstatus Tanah Negara.

10.  Pantai Samas, Bantul
a.      Posisi Geodetik :
­          LS                     : 07˚55´ 28,8˝  
­          BT                     : 110˚25´ 57,3˝
­          Ketinggian        : 522 m


Gambar 18. Pengolahan lahan di Pantai Samas, Bantul
 
 


b.      Hasil Pengamatan
·         Kawasan pantai selatan Yogyakarta.
·         Terdapat berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran yang tumbuh disini.
·         Adanya banyak tumbuhan Cemara Udang.
Gambar 16. Tanaman yang tumbuh subur di pesisir Pantai Samas, Bantul
 
c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Pantai samas merupakan daerah pantai yang menghasilkan. Dimana tanah pasir yang kering disulap menjadi tanah yang subur. Ini berkat penanaman pepohonan yang mampu menghalangi angin berhembus kencang. Berkat kegigihan para petani di daerah samas yang mengusahakan tanah pasir ini dengan pemupukan tanah menggunakan bahan organic dan pengairan yang efektif melalui sumur renteng.


Gambar 17. Salah satu Sumur Renteng  di pesisir Pantai Samas, Bantul
 
 



Sumur Renteng tidaklah dalam. Sumur ini hanyalah tempat penampungan air yang dihubungkan menggunakan pipa pralon dimana air itu di ambil melaui pompa air. Dengan menggunakan sumur renteng ini para petani dapat menyirami tanamanya dengan efektif.
Hukum. Pantai Samas merupakan milik atau kepunyaan Sultan Grond. Daerah Istimewa Yogyakarta bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1970. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah untuk menangani sumberdaya laut. Abrasi merupakan pukulan ombak yang menghanyutkan atau penggerogotan tanah. Dalam pasal 27 UUPA, jika tanah musnah maka hak atas tanah juga ikut musnah. Tanah yang muncul menjadi tanah negara, tetapi kalau di Jogja, tanah tersebut menjadi tanah Sultan Grond. Apabila diperlukan oleh masyarakat, maka akan diberi ganti rugi yaitu ganti rugi garapan, bukan ganti rugi hak atas tanah tersebut.

11.  Kalitirto ( UKP4 )
a.      Posisi Geodetik :
-          LS                     : 07˚47´ 48,2˝
-          BT                     : 110˚27´57,5˝
-          Ketinggian        : 121 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Merupakan daerah yang rindang dengan berbagai jenis tanaman.
·         Daerah objek penelitian pertanaian.
·         Pusat pengembangan teknologi pertanian baru.
c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Di Kalitirto ini dibangun sebuah daerah percobaan penelitian para peneliti di UGM yang dikenal dengan nama KP4 (Kebun Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Pertanian) UGM. Lahan tersebut seluas 27 Ha serta tambahan 8 Ha yang berupa laboratorium, kandang serta greenhouse, sehingga luas lahan keseluruhan adalah 35 Ha.



Gambar 18. Peta wilayah KP4 UGM
 
 

Jumlah hewan yang dibudidayakan :

No
Hewan
Jumlah
1.
2.
3.
Sapi
Kambing
Ayam
52
30
35.000






Tabel 4. Jumlah hewan yang dibudidayakan
 
 

                     
Tingkatan kemampuan tanah :












Tujuan dari KP4 UGM adalah untuk menciptakan zero ways agriculture (pertanian tanpa buangan). Sapi yang dipelihara dimanfaatkan kotorannya untuk dijadikan sebagai pupuk kandang dan reaktor biogas yang dapat digunakan seperti kompor untuk memasak. Tanah jika dipupuk 6 Ha per tahun maka kualitasnya akan hilang, untuk mempercepatnya digunakanlah degester sebagai bahan pembuatan kompos.
 Perbedaan pembuatan pupuk kompos dengan pembuatan pupuk kandang adalah sebagai berikut.

Kegiatan KP4 UGM untuk menciptakan zero ways agriculture adalah :
1)      Reuse
2)      Reduce
3)      Recycle
4)      Refill
5)      Replace
6)      Repair
7)      Replant





Gambar 19. Biogas di KP4 UGM
 
 

Pupuk kandang yang didapat sangat berguna untuk pembuatan biogas. Seperti gambar diatas, hasil fermentasi pupuk kandang berupa gas metan yang di tampung dalam wadah berupa plastik. Setelah itu dari plastic itu di hubungkan dengan disel untuk membuat arus listrik.
Selain digunakan sebagai biogas dan pupuk kandang, KP4 UGM menciptakan terobosan baru melalui pembuatan pot yang berbahan baku dari kotoran sapi. Caranya adalah mencetak kotoran sapi yang telah kering dicampur dengan semen untuk dibentuk seperti pot. Dengan cara ini, tanaman yang tumbuh dalam pot tidak lagi memerlukan pupuk karena dalam pot tersebut sudah terdapat unsur hara seperti pupuk kandang, yang diperlukan ada penyiraman secara teratur.
Dipinggir jalan ditanam bunga sakura yang berasal dari Jepang. Bunga tersebut sedang dicoba untuk dikembangbiakkan dalam waktu beberapa bulan ini, sehingga sampai PKL beberapa waktu yang lalu, bunga sakura belum berbunga.







Gambar 20. Tanaman Buah Naga di KP4 UGM
 
 


Buah naga juga dikembangbiakkan disini. Mulai ditanam pada tahun 2007. Terdapat dua varietas buah naga, yaitu buah naga merah dan buah naga putih. Bedanya adalah kalau buah naga merah daunnya bergelombang kecil sedangkan buah naga putih bergelombang tinggi. Manfaat dari buah naga antara lain adalah untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

12.  Kawasan Candi Prambanan.
a.      Posisi Geodetik :
­          LS                  : 07˚45´ 5,8˝
­          BT                  : 110˚29´16,1˝
­          Ketinggian     : 174 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Terdapat Candi Prambanan yang merupakan warisan budaya dunia.
·         Di sekitar candi masih terlihat penggunaan tanah pertanian yang produktif.
·         Di sekitar candi tumbuh tempat perekonomian baru.
c.       Pembahasan
Hukum. Terdapat dua garis besar mengenai status tanah di Indonesia, yaitu tanah negara dan tanah hak

Gambar 21. Candi Prambanan merupakan salah satu warisan budaya dunia
 

1)      Tanah Negara
a)      Sama sekali belum dilekati hak, sehingga tanah tersebut bebas.
b)      Tanah negara bekas hak merupakan perolehan melalui pengadaan, pembebasan, ataupun penghapusan.
2)      Tanah Hak, merupakan tanah yang sudah dilekati oleh sesuatu hak atas tanah diatasnya, atau yang telah bersertipikat.
a)      Menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria pasal 16, intinya hak atas tanah yang termasuk didalamnya antara lain adalah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai. Jika sudah terdaftar, terdapat patok sebagai penanda batas.
b)      Tanah yang belum bersertipikat :
·         Tanah yasan “yoso”, membangun sendiri dimana tanah tersebut sejak awal dibuka sendiri oleh pemilik, dalam bahasa UUPA disebut sebagai hak milik adat.
·         Status tanah belum didaftarkan, antara lain berupa tanah kas desa atau tanah bengkok, digunakan untuk menggaji aparat desa.
·         Tanah bendo desa, merupakan tanah milik desa yang hasilnya untuk pemerintah desa.
·         Tanah yang dikuasai oleh instansi
Di prambanan sendiri, merupakan tanah instansi, sehingga jika disertipikatkan, maka terdapat dua kemungkinan, yaitu :
1)      Akan diberi hak pengelolaan oleh instansi jika belum didaftarkan atau disertipikatkan.
2)      Akan diberi hak pakai kalau sudah didaftarkan
Candi Prambanan merupakan situs purbakala di Indonesia dan dunia karena merupakan salah satu dari warisan budaya dunia yang harus tetap dilestarikan dan dipelihara.
Panitia tanah yang dimohon haknya adalah untuk pengakuan hak dan untuk permohonan hak. Jika didalamnya sudah ada situs purbakala, maka tidak boleh diteruskan untuk dicarikan pengakuan ataupun permohonan haknya, tetapi jika diatasnya sudah berdiri bangunan milik masyarakat, maka akan diberikan ganti kerugian. Untuk Hak Pengelolaan sendiri, bukan termasuk ke dalam hak atas tanah, tetapi ada unsur pemilikan dari pemegang hak. Hak pengelolaan biasanya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau instansi pemerintah.
Gambar 22. Pengguanan lahan pertanian di sekitar Candi Prambanan
 
 

Kondisi Sosial Ekonomi. Daerah di sekitar kompleks Candi Prambanan rumah kumuh menjadi hilang, wilayah diperluas untuk ditanami dengan pepohonan untuk menyejukkan kompleks tersebut. Candi Prambanan dijadikan sebagai kawasan obyek wisata sehingga pemerintah menerima retribusi sebagai pemasukan anggaran, selain itu menciptakan lapangan pekerjaan, dimana banyak masyarakat sekitar berdagang untuk mengais rejeki dari keberadaan candi prambanan tersebut. Wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri berkontribusi besar terhadap berkembangnya wilayah tersebut. Disekitar candi prambanan bermunculan hotel-hotel, restoran ataupun sarana lain yang akan menaikkan pendapatan masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Dampak negatif dari  adanya Candi Prambanan sebagai obyek wisata adalah adanya tempat prostitusi, penjambret, penjahat, dan sebagainya.
Penggunaan Tanah. Tanah pertanian yang berada dekat dengan kompleks Candi Prambanan dalam kondisi rawan karena akan beralih fungsi.  Tanah tersebut akan berubah menjadi bangunan misalnya hotel, rumah makan, dan sebagainya. Lambat laun jika kondisi tersebut tanpa adanya pemberlakuan peraturan mengenai peraturan alih fungsi lahan yang dilaksanakan secara tegas, maka suplai ketersediaan pangan akan menurun ataupun berkurang. Bukan tidak mungkin nantinya Indonesia akan semakin sering mengimpor bahan pangan dari luar negeri.

13.  Rowo Jombor, Klaten
a.      Posisi Geodetik :
­          LS                   : 07˚45´ 6,3˝
­          BT                   : 110˚37´19,2˝
­          Ketinggian      : 141 m


Gambar 23. Wisata kuliner rumah makan apung di Rawa Jombor, Klaten
 
 


b.      Hasil Pengamatan
·         Daerah yang merupakan genangan air ( Rawa )
·         Tempat pembudidayaan ikan air tawar.
·         Wiasta kuliner terkenal di Klaten.

c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Rowo Jombor merupakan salah satu objek wiasata terkenal di kabupaten Klaten. Tempat wiasta yang menawarkan wisata kuliner di atas rumah terapung. Sehingga serasa berada di tempat alami. Tempat ini mulai dibuka sebagai tempat wiasata sekitar tahun 2000. Sebelumnya hanya merupakan rawa-rawa yang selalu di genangi air.Sebelah utara tempat ini adalah area perbukitan. Tempat ini sering digunakan sebagai tempat camping bagi para pelajar. Karena tempatnya yang strategis dan menawarkan keindahan alam yang mempesona.
Setiap hari libur Rowo Jombor selalu dipadati pengunjung baik dari dalam kota maupun dari luar kota seperti Solo, Sukoharjo, Boyolali, Jogja, Magelang, Jakarta, dan lain sebagainya, semua berdatangan untuk berekreasi di tempat tersebut. Para pengelola pun berfikir kreatif agar warungnya ramai pengunjung, banyak warung-warung yang mulai menyediakan tontonan gratis seperti pertunjukan organ tunggal dan ada pula yang menyediakan berbagai mainan anak seperti perahu bebek dan lain sebagainya.
Sosial Ekonomi. Keberadaan warung apung Rowo Jombor mampu meningkatkan ekonomi warga. Banyak warga sekitar yang mempunyai pekerjaan berkat keberadaan warung apung Rowo Jombor ini dan banyak pula warga yang membuka usaha-usaha di areal kawasan tersebut. Kini Rowo Jombor mulai dikembangkan dan diharapkan mampu menjadi tempat pariwisata berpotensi nasional. Kawasan Rowo Jombor inilah merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di wilayah Kabupaten Klaten.
Di atas rawa tersebut berdiri beberapa puluh rumah makan apung yang memiliki omset pendapatan yang berbeda-beda. Warung 1001 Nikmat setiap minggu omset mencapai 5 juta rupiah dengan 4 orang karyawan, tetapi untuk hari minggu jumlah karyawan berjumlah 15 orang dengan digaji 10% dari omset. Warung Roso berbeda lagi, minimal omset per harinya adalah 5 juta rupiah. Total dari warung yang ada di rawa jombor adalah 25 warung. Kegiatan tersebut intinya banyak menyerap banyak tenaga kerja.
Pemberdayaan Masyarakat. Perlu adanya perencanaan dan pemanfaatan tanah dengan memperhatikan unsur yang berada disekelilingnya yang lebih luas dapat dilakukan melalui penyebaran informasi untuk menaikkan pendapatan masyarakat yang bertopang dari rawa tersebut. Selain itu juga perlu barbagai faktor untuk mewujudkan hal ini.
1)      Motivasi
Motivasi penting dimiliki bagi manusia, karena hal inilah yang nantinya akan mendorong manusia untuk mencapai tujuan. Disini, masyarat Rowo Jombor memiliki motivasi untuk meningkatkan pendapatan mereka dengan membuka sesuatu yang baru.
2)      Inovasi
Ide camerlang dengan membuat rumah makan terapung ini salah satu inovasi yang mumpuni. Terbukti dengan kesuksesan Rowo Jombor mengikat wisatawan dating ke tempat tersebut.
3)      Kesuburan
Kesuburan merupakan faktor yang tak kalah penting dalam kesuksesan Rowo Jombor. Daerah ini sangat melimpah air. Air yang berada di tempat ini justru sebagai faktor utama dalam kesuksesan Rowo Jombor
Gambar 24. Batas pemilikan rumah makan apung di Rawa Jombor, Klaten terlihat hanya dibatasi oleh jarring-jaring.
 


Hukum. Pada lokasi ini status tanahnya merupakan tanah milik perorangan yang sebelumnya dibagikan secara merata kepada setiap masyarakat dengan tujuan untuk mengembangkan usaha dilokasi tersebut. Pemanfaatan sumber daya sebagai daya tarik. Rawa tersebut sudah ada ataupun terbentuk sebelum penduduk ada. Penduduk mulai ada dan memanfaatkan kesempatan yang ada sebagai kontrak sosial untuk kehidupan yang lebih baik. Tanah tersebut awalnya merupakan tanah negara yang mengalami regulasi melalui kompromi untuk mendapatkan suatu kesepakatan sehingga pada akhirnya tanah tersebut dikelola oleh penduduk sekitar. Di sekitar rawa jombor terdapat bangunan yang berbeda. Rumah yang bagus dan tidak bagus didapat dari usaha ataupun proses perjuangan melalui pergulatan ekonomi.



14. Jalan Raya Klaten-Solo
a.      Posisi Geodetik :
­          LS                   : 07˚31´ 59,2˝
­          BT                   : 110˚41´34,6˝
­          Ketinggian      : 158 m


Gambar 25. Tanah terindikasi terlantar di sekitar Jalan Raya Klaten - Solo
 
 



b.      Hasil Pengamatan
·         Di depan jalan yang ramai kendaraan.
·         Tanah yang diterlantarkan.
·         Bahkan menjadi tempat pembuangan sampah.
c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. bentang lahan yang letaknya sangat strategis, yaitu di Jalan Raya Klaten − Solo, yang diterlantarkan oleh pemiliknya atau pemegang hak atas tanahnya. Kondisinya sangat memprihatinkan karena dibiarkan begitu saja sehingga hanya ditumbuhi tanaman-tanaman liar saja. Padahal apabila lahan ini dimanfaatkan atau dikelola dengan baik, tentu akan memberikan keutungan finansial kepada pemiliknya karena lahan ini sangatlah subur dan sumberdaya air di sekitar lahan ini sangatlah melimpah.
Salah satu penyebab hapusnya hak atas tanah adalah karena tanah tersebut diterlantarkan oleh pemilik atau pemegang hak atas tanahnya. Dulu, sebelum hal tentang tanah terlantar ini diatur dalam suatu peraturan tertentu, masyarakat sekitar melakukan okupasi atau menduduki tanah yang telah diterlantarkan pemilik, baru kemudian diajukan gugatan ke pengadilan agar tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah terlantar dan haknya dapat dialihkan kepada para okupan tersebut.
Hukum. Pemerintah kemudian membuat suatu peraturan yang mengatur tentang tanah terlantar yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 34 Tahun 2002. Namun keberadaan peraturan pemerintah tersebut dinilai tidak bisa mengatasi permasalahan tentang tanah terlantar karena dianggap terlalu lama, berbelit-belit dan tidak menimbulkan efek jera kepada pihak-pihak yang menelantarkan tanah haknya. Oleh karena itu, pemeritah kemudian mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tersebut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Sebagai tindak lanjut dari keberadaan peraturan pemerintah tersebut, Kepala BPN RI mengeluarkan suatu peraturan yang mengatur tata cara pelaksanaannya, yaitu Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.


Siklus identifikasi tanah teridentifikasi terlantar.
Ada tanah-tanah yang dikecualikan sebagai obyek tanah terlantar, yaitu:
1)      Tanah berstatus Hak Milik ataupun Hak Guna Bangunan milik perorangan yang karena alasan keterbatasan ekonomi berakibat tidak dapat mengusahakan tanah tersebut sebagaimana mestinya;
2)      Tanah-tanah milik instansi-instansi pemerintah yang akibat keterbatasan anggaran menyebabkan tanah-tanah tersebut tidak dikelola dengan baik;
3)      Tanah-tanah yang merupakan obyek sengketa dan perkara pertanahan.
Ketentuan perundangan mengenai tanah terlantar ini masih berupa peraturan pemerintah sehingga tergolong belum mempunyai kekuatan hukum yang penuh dalam menindak pihak-pihak yang dengan sengaja menelantarkan tanahnya. Mungkin akan menjadi berbeda ketika pengaturan mengenai tanah terlantar ini diatur dalam peraturan yang lebih tinggi, misalnya undang-undang.
Terdapat tiga Panitia dalam tubuh BPN, yaitu :
1)      Panitia A, memproses permohonan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai di tingkat kantor pertanahan.
2)      Panitia B, memproses permohonan Hak Guna Usaha di tingkat kantor wilayah.
3)      Panitia C, menangani masalah terlantar, berada di tingkat kantor wilayah, dengan anggotanya adalah kepala kantor pertanahan, kepala bidang SPP,HTPT, PPP dan PPPM.
Pemberdayaan Masyarakat. Terkait dengan tanah terlantar, obyek reforma agrarianya adalah tanah negara bekas kawasan hutan yang berupa tanah Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang tidak diperpanjang yang berada di wilayah atau kawasan tanah negara. Perkembangbiakan tanah terlantar saat ini sedang dikembangkan di BPN. Tanah terlantar yang terdapat di Jawa Timur rawan terhadap adanya konflik.
Pengecualian obyek tanah terindikasi terlantar adalah sebagai berikut:
1)      Obyek identifikasi adalah tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan perorangan karena keterbatasan kemampuan ekonomi.
2)      Tanah instansi pemerintah karena keterbatasan anggaran.
3)      Tanah yang masuk sengketa
Fokus kajian adalah supaya masyarakat secara optimal menggarap tanah tersebut. Perusahaan Hak Guna Bangunan yang telah habis jangka waktunya menjadi tanah terlantar. Tugas BPN adalah untuk mengawasi hak-hak yang sudah diberikan yang merupakan tugas pokok dan fungsi dari bidang PPPM (Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat). Dicabutnya hak atas tanah bukan berarti hilangnya tanah tersebut. Penyalahgunaan fungsi tanah juga dapat mengindikasikan bahwa tanah tersebut terindikasi terlantar. Misalnya tanah tersebut memperoleh Hak Guna Usaha untuk ditanami tanaman kopi dan teh, tetapi ditanami tanaman sengon.

15.  Kentingan Baru, Surakarta.
a.   Posisi Geodetik :
-  LS                       : 07˚32´ 25˝,  
-  BT                       : 110˚51´22,5˝
-  Ketinggian          : 124 m
b.   Hasil Pengamapan
·         Pembuatan perkampungan Baru.
·         Perkampungan baru ini berada di dalam kota Surakarta.
·         Daerah yang merupakan lahan pengganti dari kawasan yang dahulunya merupakan lahan sengketa


Gambar 26. Relokasi di Kentingan Baru, Surakarta
 
 


c.    Pembahasan
Kentingan Baru merupakan salah satu lokasi relokasi dalam rangka reforma agraria dimana 48 sertipikat dihuni oleh 400 Kepala Keluarga. Ditempat yang lama, mereka tinggal selama 11 tahun dengan 200 kepala keluarga. Kemudian pemerintah kota Surakarta memberikan bantuan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemilik sertipikat dengan pemerintah kota memberikan lokasi relokasi.
Masyarakat mendapat relokasi di daerah yang terbilang kumuh dekat dengan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Jalan yang dilalui untuk masuk ke kawasan ini sempit, kotor oleh kotoran sapi dan kambing, selain itu juga berada di samping kuburan rumah-rumah mulai dibangun diatas tanah tersebut sebagian lagi baru dikapling dengan pemasangan patok.
Inilah salah satu kesuksesan kantah Kota  Surakarta dalam pemecahan masalah dengan musyawarah mufakat. Yang lebih manusiawi dan diharapkan tidak akan ada permasalahan lagi dikemudian hari.

16.  Tawangmangu
a.      Posisi Geodetik :
-          LS                         : 07˚39´ 52,8˝  
-          BT                         : 111˚10´32,4˝
-          Ketinggian                        : 1705 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Daerah dataran tinggi yang sejuk berada di bawah kaki Gunung Lawu.
·         Terdapat perubahan penggunaan lahan ke tanaman semusim.
Daerah penghasil sayuran yang potensial.



Gambar 27. Lahan pertanian di Tawangmangu
 
 


c.       Pembahasan
Analisis Kerungan. Daerah ini berada di ketinggian sekitar 1.700 di atas permukaan laut dengan kelerengan yang sangat suram (lebih dari 40%). Berdasarkan terori bahwa setiap kenaikan 100 meter maka suhu akan turun 1°C sehingga di wilayah Tawangmangu ini beriklim sangat sejuk.
Daerah ini terbentuk akibat proses gaya endogen (berasal dari dalam) dan eksogen (berasal dari luar). Gaya endogen terjadi karena daerah ini merupakan daerah di kawasan Gunung Lawu, yang dulu merupakan salah gunung berapi yang kini sudah tidak aktif lagi. Sedangkan gaya eksogen yang menyebabkan terbentuknya bentang lahan di wilayah ini adalah karena tiga faktor, yaitu kegiatan manusia, curah hujan dan erosional.



Gambar 28. Penampakan lahan Tawangmangu dari citra satelit.
 


Geomarfologi. Jenis batuan induk yang ada di wilayah ini adalah batuan induk andesitik yang memiliki sifat masam. Pada bagian atas batuan ini ditumpangi dengan abu vulkanik sehingga banyak jenis lempung yang bersifat amorf (tidak berbentuk) yang disebut alovan. Jenis tanahnya adalah tanah andosol yang sangat gembur dan memiliki sifat tiksotropik sehingga secara fisik lahan di wilayah ini sangat cocok untuk pertanian. Namun jika ditinjau dari segi kimia, material alovan memiliki kandungan alumunium (Al) yang sangat tinggi. Sifat unsur alumunium yang mampu mengikat unsur fosfor membawa akibat tanah kehilangan unsur fosfor dalam jumlah yang banyak. Para petani kemudian menyiasati hal ini dengan menambahkan unsur-unsur organik (pupuk kompos atau pupuk kandang) ke dalam tanah. Penambahan unsur-unsur organik tersebut diharapkan mampu membantu tanah untuk menyerap unsur-unsur yang diperlukan bagi tanaman, seperti kalium (K), kalsium (Ca), seng (Zn), tembaga (Cu), dan lai sebagainya. Penambahan unsur-unsur organik juga mampu membantu jasad-jasad renik untuk menguraikan karbon, air, dan asam-asam organik yang merupakan unsur yang sangat diperlukan dalam tumbuh kembang tanaman.
Perbaikan sifat fisik, biologi, dan kimia tanah akan berdampak baik pada daerah yang berlereng pada saat hujan turun. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah memiliki tenaga kinetis yang sangat tinggi sehingga tanah menjadi pecah dan air akan mengalir melalui run off (limpasan permukaan). Semakin panjang lahan yang miring, maka energi kinetis air hujan semakin ke bawah akan semakin tinggi. Jika tanah pada lereng tersebut telah dilakukan perbaikan sifat fisik, biologis, dan kimia tanah maka air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah akan sebagian akan run off dan sebagian lagi akan masuk melalui celah-celah pipa kapiler melalui proses infiltrasi dan perkolasi menjadi air tanah (ground water). Air tanah yang berkumpul di suatu lapisan kedap di dalam bumi disebut dengan akiver dan kemudian akan membentuk spring belt.
Gambar 29. Patok batas Perhutani di Tawangmangu.
 

Penggunaan Lahan. Pada daerah yang berlereng sangat curam, wilayah ini sangat dianjurkan untuk dihutankan. Hutan mampu menutup tanah dan mengurangi energi kinetis air hujan yang jatuh di permukaan tanah sehingga dapat mencegah terjadinya erosi. Namun, hal ini justru terjadi di daerah Tawangmangu ini. Hal ini terlihat jelas bahwa tanah-tanah yang sangat miring diusahakan oleh petani dengan menanaminya dengan tanaman-tanaman holtikultura yang bernilai ekonomis tinggi, misal bawang putih, bawang merah, cabe, kol, dan lain-lain.
Aksesibilitas pada wilayah ini pada jaman dulu sangatlah buruk. Kendaraan yang berkondisi kurang baik akan mengalami kesulitan ketika mendaki di daerah ini. Kondisi tebing yang terjal menjadikan pemerintah tidak mungkin membuat jalan yang lebar. Namun, hal ini tidak lagi menjadi masalah di era sekarang ini.
Hukum. Status tanah yang berada di daerah Tawangmangu ini ada dua macam, yaitu ada yang merupakan tanah negara dan ada pula tanah milik masyarakat sekitar. Lahan-lahan yang terletak pada lereng yang sangat curam merupakan tanah negara yang dikelola oleh Perhutani. Tanah-tanah ini ditanami tanaman keras dan difungsikan sebagai hutan lindung. Namun sangat disayangkan pihak Perhutani memberikan ijin sebagian lahannya dikelola oleh warga sekitar sehingga tanah-tanah yang terletak pada kelerengan yang sangat curam justru ditanami warga dengan tanaman semusim yang tentunya sangat membahayakan karena dapat menyebabkan bencana erosi dan sebagainya.
Gambar 30. Lahan Perhutani yang dibuka masyarakat di Tawangmangu
 

Pada wilayah yang agak datar, sebagian besar merupakan tanah milik masyarakat setempat yang dipergunakan untuk usaha pertanian holtikultura. Batas antara tanah milik Perhutani dan masyarakat adalah ditandai dengan patok batas berwarna kuning. Tanah milik masyarakat ini merupakan tanah adat yang sering disebut tanah kopyokan atau di daerah lain lebih dikenal dengan tanah gogolan atau tanah kesikepan atau tanah kecacahan. Tanah kopyokan ini merupakan tanah milik bersama yang dulunya merupakan tanah yang berasal dari pembukaan hutan yang dilakukan secara bersama-sama dan tanah tersebut dipergunakan secara bergiliran diantara orang-orang yang ikut membuka hutan tersebut. Alat bukti terhadap kepemilikan tanah kopyokan ini adalah letter D. Jika masyarakat ingin mendaftarkan atau mensertipikatkan tanahnya harus melalui proses konversi (berdasarkan ketentuan konversi pasal II-VII dalam UUPA dan pasal 24 dalam PP Nomor 24 Tahun 1997) yang disertai dengan alat bukti tertulis. Konversi merupakan penyesuaian hak dari hak lama ke hak yang baru menurut UUPA.








Penetapan Hak
 



KONVERSI
 




Pengakuan Hak
 


 




Di dalam UUPA proses konversi ada dua macam yaitu:
1)         Penegasan Konversi
Jika alat bukti tertulisnya (letter D) lengkap dan letter D tersebut sudah ada sejak sebelum tahun 1961. Dalam proses ini tidak diperlukan Panitia A karena alat bukti tertulisnya sudah lengkap.
2)         Pengakuan Hak
Proses ini memerlukan Panitia A untuk menyelidiki status kepemilikan tanah karena alat bukti tertulisnya (letter D) kurang lengkap atau lengkap tetapi alat bukti tertulisnya berangka tahun sesudah tahun 1961.
Pada wilayah Kabupaten Karanganyar, ada dua proyek besar yaitu adanya pembangunan jalan tol Solo − Mantingan dan jalan tembus Karanganyar − Magetan. Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan jalan tol ini tentunya membawa dampak tergusurnya tanah-tanah milik masyarakat sekitar dan milik Perhutani yang tanahnya dilewati proyek pembangunan jalan tol ini. Hal mengenai pengadaan tanah ini telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 dan PP Nomor 6 Tahun 2006. Jika obyek yang dikenakan penggusuran adalah hutan, maka hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 33 Tahun 2010 yang berisi tentang tata cara pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan non kehutanan.
Gambar 31. Lahan Perhutani yang dibuka untuk jalan.
 

Peraturan perundangan lain yang mengatur mengenai hal ini adalah
1)         Peraturan Menteri Kahutanan Nomor 34 Tahun 2010 mengenai tata cara perubahan fungsi kawasan hutan;
2)         Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2010 mengenai tukar menukar kawasan hutan dengan kawasan non hutan;
3)         Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 45 Tahun 2008 mengenai pinjam pakai kawasan hutan yang pada intinya menjelaskan mengenai penggunaan kawasan hutan tanpa merubah fungsinya, misalnya digunakan untuk pertambangan, perkebunan, dll.
Dalam hal pinjam pakai kawasan hutan, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1)         Pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan komersial, dengan ketentuan:
a)            menyiapkan tanah pengganti di luar kawasan hutan dengan kewajiban melakukan reboisasi di kawasan pengganti agar berubah menjadi hutan;
b)            membayarkan sejumlah uang sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) kepada Kementrian Kehutanan.
2)         Pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan non komersial (tidak ada kewajiban mengganti tanah atau reboisasi ataupun membayar PNBP).
misal: pembangunan jalan raya, dll
17.  Desa Salam, Karangpandan.
a.      Posisi Geodetik :
-          LS                : 07˚37´ 28,5˝  
-          BT                : 111˚5"8,8˝
-          Ketinggian   : 783 m


Gambar 32. Terasering di Karangpandan
 
 



b.      Hasil Pengamatan
·         Tanah pertanian berteras ( Terasering )
·         Daerah yang melimpah air.
·         Akses transportasinya lancer, karene berada di depan jalan.
c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Tanaman pertanian berteras yang merupakan lereng tengah gunung Lawu. Air berasal dari spring belt. Lahan pertanian tadah hujan. Penggunaan tanah kebun campuran. Kondisi kemiringan 3-15% berupa terasering diperlukan untuk mengurangi erosi.


Gambar 33. Tumpukan kayu di Karangpandan
 
 


Sosial Ekonomi. Kebanyakan dari mereka bertani, bentuk bangunan permanen serta aksesibilitas baik.Terdapat tumpukan kayu yang dipanen dari pekarangan petani yang merupakan vegetasi tanaman kayu terganggu. Dipanen karena kebutuhan ekonomi. Aksesibilitas mudah karena dilewati jalur jawa timur dan jawa tengah (magetan). Tanah dari batuan andesit berwana kuning, bereaksi masam dan tidak lepas dari pupuk organik. Sumber daya air cukup, berlereng, sosial ekonomi sedang. Mata pencaharian pertanian, pegawai, dan perdagangan.

18.  Salam Jamus, Karanganyar
a.      Posisi Geodetik :
-          LS                         : 7˚32´ 51,4˝,  
-          BT                         : 111˚2' 54,1˝
-          Ketinggian                        : 364 m


Gambar 34. Perkebunan Karet
 
 


b.      Hasil Pengamatan
·         Perkebunan karet yang cukup luas.
·         Berada di daerah yang subur.
c.          Pembahasan
Merupakan perkebunan karet dengan lereng bergelombang yang dimiliki oleh PTPN IX dengan Hak Guna Usaha sebagai tanaman industri berupa karet. Setelah diolah, karet bisa dibuat menjadi karet, ban, dan sebagainya. Tanahnya berupa latosol yang terdapat dibagian bawah gunung Lawu. Kemiringan lebih dari 90 cm dengan bereaksi masam sehingga cocok ditanami karet. Secara kimiawi, memiliki PH tanah yang rendah, kalau ditambah dengan pupuk organik dan abu akan menjadi baik dan akan mengubah iklim mikro karena bisa menjadi sumber oksigen yang besar. Penyebab dari terkurasnya air tanah adalah karena adanya proses transpirasi bagian atas tajuk yang berfungsi menekan erosi karena ada seresah-seresah dan semak-semak dari erosi,memperbaiki proses infiltrasi untuk memperbaiki ground water. Dampaknya adalah timbulnya lapangan pekerjaan, selain itu karena lingkungan asri, banyak pedagang yang berjualan sebagai peluang kesempatan kerja atau berusaha.

19.     Waduk Bothok, Batujamur, Sragen
a.      Posisi Geodetik :
-          LS                      : 07˚31´ 36,4˝,  
-          BT                      : 111˚2' 43˝
-          Kemiringan        : 204 m


Gambar 35.  Waduk Bothok
 
 


b.      Hasil Pengamatan
·         Merupakan bendungan besar
·         Bendungan ini tidak terawatt dengan baik
c.       Pembahasan
Waduk Bothok merupakan waduk yang terletak di wilayah Kabupaten Sragen yang masih masuk pada bagian bawah lereng Gunung Lawu. Akibat letaknya berada di bagian bawah lereng Gunung Lawu inilah yang menyebabkan banyak air mengalir dari lereng atas menuju ke bawah lewat sungai-sungai kecil. Hal inilah yang membuat para warga sekitar berinisiatif untuk membendung air yang berasal dari lereng atas Gunung Lawu tersebut ke dalam suatu tanggul besar sehingga terbentuklah Waduk Botok ini.
Di dekat waduk terdapat hutan, dimana hutan terbagi menjadi tiga kawasan, yaitu kawasan lindung, konservasi dan produksi. Adanya akses jalan untuk kepentingan umum yang melewati kawasan hutan diatur dalam Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Presiden No.35 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah. Sedangkan PP No.6 Tahun 2006 mengatur tentang barang asset milik. Permenbud No. 33 Tahun 2010 mengatur tentang kepentingan umum, tanah berasal dari pelepasan kawasan hutan untuk keperluan diluar perhutanan.
Adanya penggunaan kawasan hutan dengan pinjam pakai kawasan hutan. Pinjam pakai kawasan hutan dilakukan secara :
1)      Komersial:
a)      Pinjam pakai kawasan hutan tetapi penyediaan tanah di wilayah lain dan melakukan reboisasi
b)      Menyiapkan tanah pengganti, reboisasi serta membayar PNBP pada tahun 2008
2)      Non Komersial, tidak perlu menyiapkan tanah pengganti dan reboisasi ataupun pembayaran PNBP.
Sebelumnya tanah perkebunan jika ditelantarkan selama tiga tahun akan menjadi tanah terlantar, namun sekarang setelah adanya PP No.11 Tahun 2010, tanah tersebut akan terlantar jika telah diterlantarkan selama tiga bulan.Waduk merupakan daerah yang menampung tangkapan air dengan adanya peraturan pemerintah mengenai bendungan.
Fungsi waduk tersebut adalah untuk:
1)      Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
2)      Budidaya perikanan
3)      Sumber pengairan di bawah waduk
4)      Pengembangan obyek pariwisata
5)      Menjaga kelestarian lingkungan
6)      Menampung limbah industri

20.  Sangiran, Sragen
a.      Posisi Geodetik :
-          LS                         : 07˚27´ 23˝,  
-          BT                         : 110˚50' 3,8˝
-          Kemiringan           : 128 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Berada di dataran tinggi.
·         Merupakan tempat penyimpanan situs purbakala.
·         Tempat wisata purbakala bagi para pelajar.



Gambar 36.  Sangiran dilihat dari citra satelit
 
 


c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Sangiran merupakan lokasi penemuan manusia purbakala, antara lain diketemukannya tengkorak manusia purba yang dikenal dengan nama Pitechantropus Erectus. Di museum purbakala ini banyak dijumpai alat-alat yang digunakan manusia purba untuk hidup. Museum ini berfungsi sebagai sarana edukasi khususnya kepada para pelajar dan mahasiswa untuk menambah ilmu. Masyarakat disekitar mendapatkan lapangan usaha dengan menjual pernak-pernik souvenir disekitar museum.
Geomarfologi. Sangiran merupakan sebuah dome. Dome adalah permukaan yang kecil dan membulat. Daerah ini terjadi karena proses pengangkatan struktur geologi. Sangiran merupakan dome yang sudah terkikis pada bagian punggung bukit. Bahkan sekarang sudah menjadi cekungan.

21.  Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri
a.      Posisi Geodetik :
-          LS                      : 07˚51´ 24,3˝,  
-          BT                      : 110˚54´44,6˝
-          Ketinggian         : 163 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Waduk yang berada di pegunungan tinggi di Kabupaten Wonogiri.
·         Merupakan waduk terbesar di Pulau Jawa.
·         Sarana rekreasi dan pembudidayaan ikan tawar
c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Waduk Gajah Mungkur dibangun semasa kabinet Soeharto pada tahun 1976 dengan dilakukan pembebasan lahan berdasarkan Permendagri No. 15 Tahun 1975. Bendungan membendung dua sungai dari sebelah timur dan selatan dengan adanya bendungan, sehingga banjir yang diakibatkan sungai Bengawan Solo di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah dapat dihindari. Luas Waduk ini adalah 88.000 Ha (88 Km2) atau setara dengan 1/20 dari luas keseluruhan Kabupaten Wonogiri. Total lahan yang dibebaskan adalah seluas 90 Km2 meliputi 7 kecamatan dan 51 desa, dengan kompensasi yang diberikan kepada 12.525 KK (68.750 jiwa) dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Pada tahun 1976-1981 dilakukan ganti kerugian yang dibedakan menjadi tiga macam:
a.    Tanah tegalan, harga Rp.50.000,-/m
b.    Tanah sawah, harga Rp. 75.000,-/m
c.    Tanah pekarangan, harga Rp. 120.000,-/m
Manfaat dari waduk antara lain :
a.    Sebagai tempat pengendali banjir
b.    Irigasi, pengairan baik di Wonogiri bawah untuk pengairan di Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Ngawi sebanyak 80.000 Ha.
c.    PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang memproduksi sebesar 12,4 MegaWatt.
d.   Perikanan, nelayan ada keramba atau rumah terapung menghasilkan produk ikan sebanyak puluhan ton per  bulan.
e.    Sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai nelayan.
f.       Sebagai tempat wisata bahari.


Gambar 37.  Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri.
 
 

Namun karena akibat ulah manusia, terjadi sedimentasi yang diakibatkan karena penggundulan hutan. Akibatnya terjadi sedimentasi sebanyak 50 juta ton per tahun, padahal pengelolaan pembuangan lumpur waduk hanya dapat mengangkat sedimentasi sekitar 0,1% dari total keseluruhan.
Water set adalah daerah aliran sungai yang mempunyai wilayah yang sepanjang jauh memiliki karakteristik sama, yang terdiri atas daerah aliran sungai dan sub-sub daerah aliran sungai. Kondisi penggunaan tanah, topografi, dll menyebabkan nasib waduk ini yaitu endapan karena erosi di hulu setiap water set. Jika kondisi miring diatasnya tidak terlindungi vegetasi dan run off maka semua berkumpul di waduk. Daripada menyedot, mending dialokasikan perbaikan di hulu. Biaya pengurukan dapat ditekan sehingga pembangunan meningkat. Green belt berperan pada keselamatan dan umur ekonomi waduk oleh hijau tanaman keras dan bukan pada tanaman semusim.
Social cost merupakan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah atau masyarakat. Akibat adanya global climate change, pada saat waduk surut, kondisi menjadi becek, potensi ditanami green belt, untuk tanaman semusim mengganggu tanaman keras yang berada disekitarnya. Perlu adanya identifikasi mengenai daerah aliran sungai apa saja yang masuk waduk gajah mungkur. Dari segi fisiografi, bergunung, tanah sebelah utara berupa latosol yang merupakan perpanjangan dari sumber agung bersifat asam, Fe (besi) tinggi, warnanya kekuningan sampai dengan merah. Di sebelah selatan adalah pegunungan seribu berupa batuan sedimen batuan kapur. Permasalahan wilayah bergunung adalah ground water. Daerah ini tergolong subur dengan penambahan bahan organik sehingga memerlukan fosfor yang banyak. Sumber daya air tetap menjadi masalah karena fungsi spring belt tidak dominan, walaupun demikian, mulai bermunculan lapangan pekerjaan.
Sosial Ekonomi. Masyarakat disekitar waduk berprofesi sebagai nelayan. Laki-laki mencari ikan di waduk, sedangkan istrinya menjual ikan goreng hasil dari jerih payah suaminya yang menangkap ikan. Jumlah pedagang di waduk tersebut berjumlah 120 orang. Ditempat ini tidak dipungut retribusi, hanya setiap hari minggu dibayar pajak kebersihan sebesar Rp.3.000,-/ pedagang. Untuk hari libur dan hari besar, jumlah pedagang meningkat mencapai 300-400 pedagang. Pendapatan minimal setiap pedagang adalah Rp.50.000,-
Gambar 38.  Perahu nelayan di Waduk Gajah Mungkur
 

Terdapat dua rute kapal yang disediakan oleh pengelola waduk ini, yaitu:
1.        Karamba ternak ikan.
c)        Tarif naik kapal : Rp. 6.000,-/ orang
d)       Charter (8 orang) : Rp. 70.000,-
2.        Pintu air
e)        Tarif naik kapal : Rp. 8.000,-/ orang
f)         Charter (8 orang) ; Rp. 100.000,-
Jumlah kapal yang beroperasional adalah 26 kapal yang sebagian adalah milik sendiri dan sebagian lagi merupakan bantuan bupati.

22.  Museum Kars, Wonogiri
a.      Posisi Geodetik :
-          LS                      : 08˚2´ 27,5˝,  
-          BT                      : 110˚47´1˝
-          Ketinggian         : 294 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Musium yang memperlihatkan aneka macam kars yang ada di Indonesia.
·         Berada di antara beberapa gua di Wonogiri.
c.       Pembahasan
Bila dilihat dari sisi geologinya, daerah karst ini terdiri dari susunan batu gamping/ batu kapur. Secara geomorfologi, daerah kars adalah suatu bentang daerah hasil pengangkatan dari dasar laut jutaan tahun lalu, karena material penyusunnya adalah gamping ( CaCO3) dan dolomit yang larut dalam air hujan, terbawa oleh erosi sampai ke laut dan akhirnya mengendap di dasar laut. Karena adanya tenaga endogen dari dalam bumi, endapan gamping dan dolomit tersebut terangkat ke permukaan membentuk deretan pegunungan. Selain tenaga endogen, adanya tenaga eksogen juga mempengaruhi pembentukan daerah kars. Air sebagai pelaku utama pembentukan kars ini berperan melarutkan kalsium dan membawanya serta dari daerah yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah. Proses solusional juga mengakibatkan adanya sungai – sungai bawah tanah, stalaktit dan stalakmit seperti yang bisa kita saksikan di goa – goa di daerah kars ini, antara lain Goa Tembus, Goa Merico, Goa Sodong, Goa Potro, Goa Bunder, Goa Saban dan Goa Sunyoruri.
Gambar 39.  Contoh proses terjadinya kars.
 

Jenis tanah yang ada di daerah ini adalah jenis tanah Grumusol atau Terarosa atau Vertisol atau Alvisol yang berwarna kemerahan. Adapun keterbatasan yang ditemui di daerah ini adalah :
1.    Tanah sulit berkembang
Adanya retakan – retakan pada batu gamping, tanah yang terbentuk yang seharusnya berada diatas batuan terbawa erosi, merembes ke bawah lalu mengendap di sana. Sehingga solum tanah sangat tipis dan ketebalan tanah hanya sebagai formalitas. 
2.    Air hujan langsung turun ke lapisan bawah tanah tanpa tersimpan terlebih dahulu pada lapisan atas, sehingga tanah di daerah tersebut menjadi kering.
3.    Tanahnya kurang baik untuk pertanian musiman.Vegetasi yang cocok hidup di daerah ini adalah tanaman yang tahan terhadap kondisi kekurangan air, tanaman keras/ tanaman tahunan seperti jati, akasia, mahoni dll.
Bila dilihat dengan seksama, pada batuan – batuan di daerah ini terdapat lobang- lobang, hingga dinamakan batu koral.Lobang tersebut menandakan bahwa dulunya pernah ada kehidupan makhluk laut disana. Hal ini juga yang menyebabkan tanah yang terbentuk diatas permukaan batuan terbawa air ke bawah batuan dan mengendap disana, akibatnya tanah jadi sulit berkembang.
Terbatasnya ketersediaan air di daerah solum tanah membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akhirnya juga membatasi pembentukan dan perkembangan tanah. Tanah yang dibentuk diwilayah seperti ini umumnya adalah tanah renzina, Terarosa, Mediteran (Alfisol) yang umumnya berwarna coklat tua atau grumusolyang umumnya berwarna abu-abu tua dan hitam. Tanah ini memiliki tekstur lepungan sehingga sangat lengket pada saat basah dan pecah-pecah pada saat kering. Sifat kembang kerut ini merugikan terhadap umur bangunan karena bangunan akan mudah retak karna retakan tanah.
Pertanian yang dikembangkan didaerah ini umumnya pekarangan dan tanaman lahan kering termasuk palawija. Pepohonan yang paling banyak di temukan umumnya seperti Jati, Mahoni dan Akasia. Untuk tanaman semusim seperti ketela pohon, kacang tanah, kedelai dan jagung juga banyak ditemukan didaerah seperti ini.




23.  Dolina, di Mulo,Girikerto, Gunungkidul.
a.      Posisi Geodetik :
­          LS                  : 07˚54´ 17,3˝,  
­          BT                 : 110˚33´15,8˝
­          Ketinggian     : 220 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Terdapat cekungan besar di dataran tinggi.
·         Daerah yang tandus dengan sedikit vegetasi di atasnya.
c.       Pembahasan
Dolina terbentuk melalui proses yang sangat panjang. Batuan kapur yang telah mengalami proses pengangkatan kemudian terjadi diaklaf atau mengalami retakan-retakan. Retakan-retakan tadi kemudian mengalami asidolisis sehingga retakan-retakan tersebut makin lama makin melebar sehingga dolina tersebut terbentuk.
Air merupakan salah satu faktor pembatas di wilayah ini. Ketersediaan air sangatlah terbatas, sehingga usaha pertanian di daerah ini sangtlah memprihatinkan. Hanya tanaman-tanaman tertentu saja yang dapat hidup di tempat ini, misalnya Pohon Jati, Pohon Kayu Putih, dll.
Jenis tanah di wilayah ini adalah renzina, primordial alvisol (berwarna merah akibat kandungan besi (Fe) dan atau gromosol (berwarna hitam akibat proses melanisasi). Jenis lempung di wilayah ini adalah tipe 21 yang sangat mudah mengembang dan mengempis. Jika musim penghujan, lempung-lempung itu akan mengembang dan pada saat musim kemarau akan mengempis dan retak-retak. Itulah sebabnya tanah di wilayah ini sangat tidak baik dibangun rumah, jalan, ataupun bangunan lainnya karena sifatnya yang sangat labil.
Gambar 40.  Dolin besar di Girikerto, Gunungkidul.
 

Desa Mulo Kabupaten Gunung Kidul jenis tanahnya hampir sama dengan kawasan perbukitan karst pegunungan seribu. Tanah di daerah ini termasuk jenis tanah alfisol mediteran dengan warna coklat kemerahan dan bermineral lempung tipe 21.
Menurut informasi, Gunung kidul terbagi menjadi 3 Zone :
a.       Zone selatan / zone pegunungan seribu.
b.      Basin wonosari
c.       Baturagung : terdapat hutan bunder dan sungai opak oyo.
Dahulu kawasan ini didominasi oleh tanaman Minyak Kayu Putih namun sekarang diubah penggunaannya untuk tanaman Jati. Tanaman jati dinilai mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena mudah tumbuh dan harga kayunya pun terbilang mahal selain itu tanaman jati juga dapat membantu dalam usaha konservasi tanah.
Melihat kondisi tanah seakan-akan daerah tersebut sulit air. Tanaman pun terbatas yang bisa tumbuh. Musim penghujan air secara cepat langsung masuk ke bawah tanah membawa unsure hara yang ada dan membuat aliran sungai bawah tanah. Akibatnya tanah bagian atas kekurangan air dan tidak subur.
Ada beberapa istilah, pertanian atau sistem penanaman campuran, antara lain :
1.      Interplanting : Pertanian dengan penanaman tanaman keras dan tanaman semusiom dalam satu area lahan. Contoh : Kayu putih diselingi tanaman jagung.
2.      Insertcroping : Pertanian dengan penanaman berbagai tanaman keras dalam satu lahan. Contoh : Tanaman jati bercampur dengan tanaman abasia
3.      Intertroping : Pertanian dengan penanaman berbagai tanaman semusim dalam satu lahan. Contoh : jagung dengan kacang (tumpang sari)

Khusus di desa mulo terdapat kejaian alam yang menarik yaitu terbentuknya lubang besar temapat masuknya air ke sungai bawah tanah yang dengan bahasa ilmiah disebut “ DOLINE”. Doline ini terbentuk karena daerah tersebut batuannya mudah tererosi dan tersolusi sehingga zat yang terlarut masuk ke bawah, semakin lama lubang ini makin membesar dan terbentuklah doline. Lubang doline yang satu dengan yang lain saling berhubungan.


24.  Hutan Bunder
a.      Posisi Geodetik :
­          LS                  : 08˚01´ 41,4˝,  
­          BT                 : 110˚35´28,5˝
­          Ketinggian     : 171 m
b.      Hasil Pengamatan
·         Dearah yang banyak di tumbuhi vegetasi kayu jati.
·         Termasuk kawasan dataran tinggi.
·         Daerah yang sejuk dan salah satu tempat wiasata alam.
c.       Pembahasan
Analisis Keruangan. Daerah ini ditutupi dengan vegetasi jati dan mahoni yang dapat mengurangi terjadinya erosi. Resiko kerusakan lingkungan tidak ada karena tanah dilindungi oleh vegetasi. Tempat ini merupakan bagian dari kawasan hutan Bunder dan hutan Wanagama. Hutan Wanagama merupakan hutan buatan dan sebagai pola percontohan untuk mengembangkan hutan serbaguna khususnya dalam mengatasi lahan kritis dan penghijauan. Hutan ini diprakarsai oleh UGM untuk konservasinya sebagai pusat penelitian. Jenis-jenis hutan antara lain adalah hutan hak dan hutan registrasi. Dimana hutan hak adalah hutan yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum sedangkan hutan registrasi adalah hutan yang secara fisik bukan sebagai hutan tetapi secara yuridisnya masih masuk kedalam kawasan hutan.
Gambar 41.  Hutan Bunder, Gunungkidul.
 

Hukum. Undang-undang  yang mengatur status tanah hak ulayat diatas kawasan hutan adalah Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. Pasal 62 mengatur tentang kehutanan dan pasal 5 mengenai hukum adatnya. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 mengatur tentang daerah yang bisa digunakan untuk kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung merupakan pembangunan diluar hutan seperti penambangan dan pembangunan infrastruktur.

B.     Karakteristik Bentang Alam Setiap Jalur Pengamatan
Dari setiap lokasi pengamatan di atas, dapat mengambil kesimpulan setiap jalur dapat dibedakan bentang alamnya. Jalur pengamatanya dapat dibagi menjadi :

1.      Jalur I : Kota Yogyakarta – Sleman – Gunungkidul – Bantul
Bentang di jalur ini sangat beragam. Di Kota Yogyakarta dan Sleman memiliki bentang alam yang pada umumnya subur. Karena terpengaruh oleh Gunung Merapi. Di Gunungkidul memiliki bentang alam yang berbeda. Disini memiliki curah hujan yang rendah. Tanah di Gunungkidul adalah tanah kapur yang tidak dapat penyimpan air. Sedangkan di Bantul, lebih terpengaruh oleh pantai.
2.      Jalur II : Yogyakarta – Solo
Bentang alam di jalur ini tidak memiliki perbedaan yang berarti. Hal ini karena jalur ini pada umumnya telah beralih fungsi lahannya. Kota Solo dan Kota Yogyakarta adalah dua kota di Pulau Jawa yang sering menjadi tempat pelajar melanjutkan studinya di perguruan tinggi.
3.      Jalur III : Solo – Tawangmangu – Sragen – Solo
Sebenarnya jalur ini memiliki kesuburan yang tidak jauh berbeda. Tetapi memiliki ketinggian yang berbeda. Solo dan sebagian Sragen termasuk wilayah yang datar. Sedangkan Tawangmangu memiliki ketinggian lebih dari 1000 m dari permukaan air laut.


4.      Jalur IV : Solo – Karanganyar – Wonogiri – Gunungkidul - Yogyakarta
Jalur terakhir ini memiliki bentang alam yang paling beragam. Solo dan Karanganyar memiliki bentang alam yang hamper sama. Kedunya memiliki kesuburan dan memiliki wilayah yang datar. Sedangkan Wonogiri dan Gunungkidul berbeda. Disini wilayah yang kering dan tandus.















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpilan
1.      Setiap bentang wilayah mempunyai potensi yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor , meliputi : ketinggian, kemiringan, potensi air, iklim, dam lain sebagainya.
2.      Bentang alam yang berbeda itu saling mempengaruhi satu sama lain. Bentang alam di daerah tinggi mempengaruhi bentang alam di daerah yang lebih rendah, begitu juga sebaliknya.
3.      Dalam mengelola sumber daya alam yang ada, hendaknya masyarakat tetap memperhatikan faktor kelestarian lingkungan dan tunduk pada aturan yang telah ditetapkan pemerintah.
4.      BPN yang mempunyai tugas dan fungsi dalam menangani masalah pertanahan, harus bisa memberikan jaminan kepastian hukum atas tanah sesuai status hak yang sudah ditetapkan oleh UUPA serta bertanggungjawab dalam ijin perubahan penggunaan tanah / alih fungsi lahan.

B.     Saran
1.      Pemerintah hendaknya mampu mengatur dan mengendalikan fungsi dari bentang lahan agar tetap lestari, sehingga dapat digunakan untuk masa depan.
2.      PKL I ini pelaksanaan sudah baik, namun perlu tindakan lebih lanjut baik dari dosen maupun mahasiswa, sehingga ada sinkronisasi antar keduanya.

























DAFTAR PUSTAKA